close menu

Masuk


Tutup x

Tegas! Tito dan Mahfud Minta Tidak Boleh Kumpul Massa pada Tahapan Pilkada 2020

Foto : Rapat Koordinasi bersama Menkopolhukam, Bawaslu, KPU, Kapolri, Panglima TNI, BNPB, Kejaksaan Agung RI dan Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pilkada serentak 2020.

Penulis: | Editor: Vincent Ngara

RUTENG, FAJARNTT.COM – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan tidak boleh lagi ada pengumpulan massa pada saat penetapan pasangan calon dan penarikan nomor urut pasangan calon. Ia juga menyayangkan terjadinya penggumpalan massa pada saat pendaftaran calon kepala daerah Pilkada 2020 tanggal 4 sampai 6 September 2020 lalu.

“Intinya kepada para stakeholder di daerah agar menyampaikan kepada para kontestan untuk tidak melakukan pengumpulan massa. Jadi intinya tidak boleh ada pengumpulan massa pada tanggal 23 dan 24 September 2020 nanti,” ungkap Tito, Jumat, (18/09/2020) dalam Rapat Koordinasi bersama Menkopolhukam, Bawaslu, KPU, Kapolri, Panglima TNI, BNPB, Kejaksaan Agung RI dan Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pilkada serentak 2020.

Di tingkat Kabupaten Manggarai, Rakor itu dihadiri Bupati Manggarai, DR. Deno Kamelus, S.H., MH, Kapolres Manggarai AKBP Mas Anton Widyodigdo, S.H., S.I.K, Dandim 1612 Manggarai Letkol Kavaleri Ivan Alfa, S.Sos, Ketua Bawaslu Kabupaten Manggarai Marselina Lorensia, M.Pd, Anggota Bawaslu Kabupaten Manggarai Fortunatus Hamsah Manah, S.Pd, dan Anggota KPU Kabupaten Manggarai, Rikardus Pentor, S.H.

Edwin Saleh
Bupati Manggarai, DR. Deno Kamelus, S.H., MH, Kapolres Manggarai AKBP Mas Anton Widyodigdo, S.H., S.I.K, Dandim 1612 Manggarai Letkol Kavaleri Ivan Alfa, S.Sos, Ketua Bawaslu Kabupaten Manggarai Marselina Lorensia, M.Pd, Anggota Bawaslu Kabupaten Manggarai Fortunatus Hamsah Manah, S.Pd, dan Anggota KPU Kabupaten Manggarai, Rikardus Pentor, S.H. Menghadiri Rakor bersama Menkopolhukam, Bawaslu, KPU, Kapolri, Panglima TNI, BNPB, Kejaksaan Agung RI dan Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pilkada serentak 2020 (Foto : Dokumen Bawaslu Manggarai)

Tito Karnavian juga menyebutkan ada sejumlah tahapan Pilkada yang berpotensi terjadi kerawanan pengumpulan massa dan bahkan bisa berpotensi terjadi aksi anarkis karena pada tahapan itu, KPU Provinsi, Kabupaten Kota akan mengumumkan Pasangan Calon yang lolos maupun yang tidak lolos. Karena itu, perlu ada antisipasi sejak dini.

“Kita akan menghadapi beberapa tahapan penting yaitu tanggal 23 September, hari Rabu akan ada penetapan pasangan calon oleh KPU di masing-masing daerah yang menyelenggarakan pilkada. Di tahap ini bisa terjadi kerawanan pengumpulan massa, bahkan bisa terjadi aksi anarkis karena pada saat itu akan ada pasangan yang lolos dan tidak lolos setelah melalui proses pengkajian oleh KPUD,” terang Tito.

Iklan

Yang lolos, ujarnya, bisa saja eforia, kemudian melakukan deklarasi, konvoi untuk meluapkan kegembiraan, sedangkan yang dinyatakan tidak lolos, bisa saja pendukungnya melakukan aksi anarkis, bahkan bisa sampai melakukan aksi penyerangan kantor KPU setelah itu ke Bawaslu, karena itu harus dijaga kantor-kantor tersebut. Pada hari Kamis, 24 September 2020, akan ada penarikan nomor urut pasangan calon, pada saat itu, tidak boleh ada pengumpulan massa dalam bentuk apapun.

“Setelah itu akan ada potensi Sengketa Proses Pemilihan yang diajukan ke Bawaslu oleh Bakal Pasangan Calon yang dinyatakan tidak lolos oleh KPU. Para pendukungnya bisa ramai-ramai ke kantor Bawaslu. Jika misalnya Bawaslu putuskan mengabulkan permohonan sengketa bakal pasangan calon tersebut tetap ada potensi kerumunan masa pendukung yang bereforia. Jika Bawaslu memutuskan menolak permohonan sengketa, maka akan ada potensi kerumunan massa pendukung yang melakukan aksi protes bahkan berpotensi melakukan aksi anarkis. Karena itu kita perlu sampaikan jangan lakukan aksi anarkis atau mengumpulkan masa, silahkan lakukan upaya hukum ke PTUN dan bahkan hingga upaya hukum tingkat Kasasi di Mahkamah Agung. Untuk Sengketa Administrasi TUN ini akan berlangsung hingga 9 November 2020,” jelas Tito.

Kerumunan berikut, ujar Tito, akan berlangsung pada masa kampanye dari tanggal 26 September 2020 hingga tanggal 5 Desember 2020.

“Ini jelas rawan pengumpulan massa. Jika mengacu ke PKPU 10 Tahun 2020, jelas KPU membatasi kumpulan massa di tahap kampanye maksimal 100 orang dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Kita juga bisa menggunakan aturan-aturan lain untuk tidak memberikan peluang terjadinya kerumanan massa sebagai media penyebaran Covid-19,” tegasnya.

Ia juga menegaskan kerumunan massa masih terjadi karena kurangnya sosialisasi perihal aturan untuk mencegah penularan Covid-19 termasuk minimnya koordinasi antar stakeholder.

“Ada tiga hal penting, pertama adalah mensosialisasikan tahapan pilkada, tidak semua orang memahami tahapan-tahapan Pilkada dan kerawanannya. Kedua, sosialisasikan aturan-aturan termasuk Peraturan KPU bagaimana pelaksanaan tiap-tiap tahapan. Dan ketiga, perlu adanya deklarasi para kontestan yang disaksikan oleh partai politik pengusung di daerah masing-masing agar patuh terhadap protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19,” pungkas Tito.

Sementara itu, Menkopolhukam, Mahfud MD menegaskan rakor tersebut lebih bersifat mengingatkan tentang langkah-langkah mitigatif dan antisipatif.

Beberapa catatan penting Menkopolhukam Mahfud MD diantaranya sebelum tanggal 23 September 2020, daerah-daerah yang belum melakukan Rapat Koordinasi terutama dalam rangka menghindari kerumunan-kerumunan orang. Jangan lupa undang juga partai politik pengusung dan tim pasangan calon.

Antisipasi tindakan keributan, kerumanan atau demo-demo bukan hanya di Kantor KPU dan Bawaslu tetapi juga di jalan-jalan, di lapangan, dan di gedung-gedung pertunjukan karena masih banyak yang berpikir konvoi-konvoi dan konser itu dibolehkan.

Mahfud juga mencatat agar dibuatkan agenda penandatanganan pakta integritas patuhi protokol Covid-19, atau deklarasi damai atau apapun namanya agar lebih ada ikatan moral selain ikatan yuridis yang akan ditegakkan oleh aparat penegak hukum.

Menko Mahfud juga mengingatkan agar para stakeholder memperhatikan peta zonasi Penyebaran Covid-19, daerah mana yang hijau dan daerah mana yang merah.

Dalam rangka itu semua, ujar Menkopolhukam Mahfud MD, supaya dilakukan sinergi antar aparat baik aparat penegak hukum maupun aparat institusi-institusi administratif birokrasi agar sinergi dalam penerapannya.

Lebih lanjut dikatakan, agar pesan-pesan Penindakan itu bisa diketahui dengan baik, harus dilakukan publikasi atau sosialisasi tentang penindakan-penindakan yang telah dilakukan oleh suatu daerah agar dilaporkan ke pusat.

“Intinya jangan terjadi pengumpulan massa. Untuk aksi anarkis tidak perlu ada, dan bagi pihak yang tidak puas terhadap putusan-putusan penting pada tahap pemilihan agar melakukan langkah-langkah hukum atau upaya hukum, bukan melakukan tindakan anarkis,” tutupnya. (*)

Follow Berita FajarNTT.com di Google News

Dapatkan update breaking news dan berita pilihan kami dengan mengikuti FajarNTT.com WhatsApp Channel di ponsel kamu

CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Konten

Komentar

You must be logged in to post a comment.

Terkini Lain

Konten