close menu

Masuk


Tutup x

Budaya Demokrasi Dinilai Lemah, Negara Harus Berperan Maksimal

Budaya
Lalik (Foto: Dok. Pribadi)

Penulis: | Editor: Ana Halima

Budaya demokrasi Indonesia belum tumbuh kuat. Negara harus mengkondisikan situasi agar masyarakat dapat memainkan perannya secara maksimal. Demokrasi merupakan salah satu amanat para pendiri bangsa Indonesia yang menghendaki terbentuknya sistem pemerintahan yang dilandasi oleh semangat kedaulatan rakyat berasaskan musyawarah dan mufakat. Hal ini tercermin dalam Pancasila, khususnya sila keempat. Dengan perkataan lain, imagined community, meminjam istilah Benedict Anderson, yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia pada hakikatnya adalah sebuah negara demokratis, ketika setiap warga negara dengan berbagai latar belakang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Demokrasi dengan demikian merupakan amanat bangsa, yang di masa kontemporer ini juga merupakan amanat reformasi.

Namun persoalan demokrasi di Indonesia hingga kini masih cukup kompleks karena belum tumbuhnya budaya demokrasi yang kuat. Lembaga-lembaga politik belum stabil, adanya pelemahan masyarakat sipil, masih menguatnya oligarki, ketimpangan pendapatan, dan munculnya persoalan-persoalan mutakhir karena manuver aktor-aktor politik oportunis. Hal itu berimplikasi serius dalam praktik demokrasi, terutama dalam satu dekade terakhir.

Untuk itu, jelas diperlukan perbaikan yang bersifat multidimensional dengan melibatkan banyak elemen. Di antara elemen yang mau tidak mau berperan adalah negara. Sebagai sebuah institusi penting yang memiliki otoritas tertinggi, yang bahkan, sebagaimana dikatakan oleh Max Weber, mempunyai legitimasi untuk memaksa dengan cara-cara kekerasan sekalipun, negara sesungguhnya memainkan peran yang amat krusial.

Edwin Saleh
Peran Negara

Meski saat ini negara masih dalam situasi yang problematik, mengingat bahwa pemimpin pemerintahan masih dikuasai oleh kalangan yang tidak mudah melakukan perubahan-perubahan penting dari sisi politik dan fokus kerja masih ditujukan kepada masalah pembangunan ekonomi, perubahan di level negara tidak dapat dihindari.

Secara konseptual negara merupakan bagian dari gerbong penguatan budaya demokrasi itu sendiri. Komitmen bangsa terhadap demokrasi harus difasilitasi, dipelihara, dan diperkuat oleh negara. Bila hal ini tidak terlaksana, sejatinya negara gagal dalam mengemban amanat historis dan konstitusional negara kita.

Iklan

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh negara. Dengan beragam kritik atas pelaksanaan demokrasi, khususnya kebebasan berekspresi, saat ini negara perlu lebih berkomitmenĀ  membuka dialog dan mengembangkan sebentuk “demokrasi deliberatif” dengan lebih banyak lagi mengajak berbagai kalangan untuk terlibat dalam menekan kebijakan yang elitis dan pro-oligarki. Di sini, negara perlu lebih membuka diri kepada banyak kalangan ataupun pemangku kepentingan dalam proses membuat kebijakan. Negara juga perlu mengkondisikan situasi agar masyarakat dapat memainkan perannya secara maksimal serta tanpa ada rasa ketakutan dan hambatan.

Masih terkait dengan itu, negara perlu meluaskan semangat kebebasan berbicara. Negara tidak perlu alergi terhadap kritik dan oposisi. Terbukti bahwa di negara-negara yang stabil dan sejahtera, kalangan kritis, terutama oposisi, dilembagakan dengan baik. Di negara-negara tersebut, kalangan kritis bahkan difasilitasi untuk dapat memainkan perannya sebagai pengawas pemerintah. Karena itu, sikap negara yang bertendensi keras dan cenderung mengebiri peran kalangan kritis ataupun oposisi jelas harus ditekan semaksimal mungkin. Hal ini agar “demokrasi elitis” benar-benar dapat direduksi, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan sebuah kebijakan yang lebih relevan dengan kepentingan masyarakat banyak.

Hoax

Dalam menjaga mutu dialog dan agar perbincangan tidak salah arah, negara juga perlu dengan sungguh-sungguh mengatasi para buzzer yang kerap memproduksi berita palsu dalam politik. Hal ini demi menciptakan budaya demokrasi yang rasional-bermartabat dan menghindari kehancuran kehidupan politik demokratis karena keawaman dalam berdemokrasi. Sejalan dengan hal itu, negara harus mereduksi kecenderungan berpolitik yang bernuansa post-truth ataupun populisme yang membodohi masyarakat dan menjauhkan mereka dari realitas sesungguhnya. Ini sejalan dengan semangat demokrasi yang mensyaratkan keterbukaan agar kualitas pemerintahan dan kebijakan tidak terjebak dalam kepentingan segelintir orang yang berlindung di balik ketidaktransparanan pemerintah.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah bahwa negara harus menguatkan performa lembaga-lembaga demokrasi, khususnya partai politik, agar dapat memainkan peran maksimal dalam mengawal kualitas kehidupan demokrasi. Negara harus dapat memfasilitasi partai dalam melakukan kaderisasi dan membangun kemandirian finansial. Ini dilandasi pada suatu kesadaran bahwa budaya demokrasi yang sehat mensyaratkan partai politik yang terlembaga, solid, dan mandiri. Untuk itu, negara harus berperan dalam memimpin pembenahan partai politik. Posisi presiden sebagai kepala negara dapat memainkan peran dalam pembenahan ini.

Oligarki

Selain itu, negara perlu menegakkan hukum yang dapat menjamin rasa keadilan dan percaya terhadap pemerintahan dan demokrasi. Pada gilirannya penegakan hukum juga dalam menghambat laju oligarki. Sebagaimana dikatakan Jeffrey Winters (2004:34), lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab suburnya praktik oligarki, termasuk di Indonesia. Ini karena biasanya para oligarki kerap berkelit dan bahkan mengakali hukum untuk dapat eksis.

Sehubungan dengan itu, negara perlu memikirkan kembali aturan-aturan main dalam kehidupan politik yang berpotensi membuka celah praktik oligarki ataupun biaya politik tinggi. Hal itu termasuk perlunya perubahan pada Undang-Undang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Partai Politik sebagai peraturan yang dalam praktiknya dekat sekali dengan potensi praktik politik uang. Ini terbukti berdasarkan kajian Aspinall dan Berenschot (2019:88) bahwa politik uang di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia.

Pada akhirnya negara juga harus terus melakukan pendidikan politik dan penguatan ekonomi dengan sungguh-sungguh. Hal ini sejalan dengan asumsi bahwa pada negara-negara yang kemandirian rakyat tinggi sajalah, terutama dalam menentukan pilihan politiknya secara rasional dan independen, demokrasi sejatinya dapat berjalan dengan baik. Selain itu, penguatan kesadaran politik dan meningkatnya kemapanan ekonomi akan membuat segenap bentuk provokasi yang mengarah pada polarisasi politik masyarakat dapat dengan mudah dihindari. Sebaliknya, ia akan menjadi fondasi bagi masyarakat untuk makin menghargai keberagaman dan saling menghormati sesama warga negara. (*)

*)Penulis dari Rejeng, Nusa Tenggara Timur

Follow Berita FajarNTT.com di Google News

Dapatkan update breaking news dan berita pilihan kami dengan mengikuti FajarNTT.com WhatsApp Channel di ponsel kamu

CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Konten

Komentar

You must be logged in to post a comment.

Terkini Lain

Konten