
Penulis: Nal Jehaut | Editor: Redaksi
RUTENG,FAJARNTT.COM – Suasana haru dan kebanggaan memenuhi Aula Universitas Katolik (Unika) Santu Paulus Ruteng pada Sabtu (1/11/2025). Sebanyak 1.075 guru profesional lulusan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Guru Tertentu Periode II Tahun 2025 resmi dikukuhkan dalam sebuah seremoni yang tak sekadar menjadi penanda akademik, tetapi juga momentum peneguhan panggilan luhur bagi para pendidik.
Dengan mengusung tema “Menjadi Guru Profesional yang Transformatif, Kolaboratif, dan Humanis di Era Digital 5.0”, acara ini menjadi bukti nyata komitmen Unika Santu Paulus Ruteng untuk terus melahirkan tenaga pendidik yang tidak hanya cakap secara intelektual, tetapi juga berhati melayani dan berjiwa kemanusiaan.
Dalam sambutannya yang penuh makna, Rektor Unika Santu Paulus Ruteng, Romo Agustinus Manfred Habur, Lic. Theol., menyampaikan pesan mendalam tentang hakikat guru di tengah era digital yang serba cepat.
Baginya, guru bukan sekadar pekerja yang mentransfer ilmu, melainkan penjaga nurani kemanusiaan yang menuntun manusia agar tidak kehilangan arah di tengah derasnya arus teknologi dan informasi.
“Guru bukan hanya profesi, tetapi panggilan hati. Di tengah perubahan cepat dunia digital, guru adalah lentera yang tidak boleh padam. Tugas kalian bukan sekadar mengajar, tetapi menuntun manusia menjadi manusia yang berpikir, berperasaan, dan beriman,” tegas Romo Manfred.
Romo Manfred menegaskan, keberadaan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) memang membantu dunia pendidikan, tetapi tidak akan pernah bisa menggantikan kehangatan sentuhan kemanusiaan yang dimiliki oleh seorang guru.
“Kita hidup di zaman ketika mesin bisa menulis, berbicara, bahkan menjawab seperti manusia. Namun yang tidak bisa ditiru oleh mesin adalah kasih, empati, dan ketulusan hati seorang guru. Di situlah makna sejati panggilan pendidik,” ujarnya.
Komitmen Unika: Mencetak Pendidik Transformatif dan Humanis
Romo Manfred juga menegaskan bahwa Unika Santu Paulus Ruteng sejak awal berdiri memiliki visi yang kuat: mendidik pendidik yang berilmu, berkarakter, dan beriman.
Baginya, guru sejati bukan hanya mereka yang mahir menggunakan teknologi pembelajaran, melainkan juga pribadi yang mampu membangun karakter dan spiritualitas peserta didik.
“Guru profesional yang kita kukuhkan hari ini adalah wajah transformasi pendidikan di Flores dan Indonesia. Mereka bukan hanya mampu menggunakan teknologi, tetapi juga memiliki kepekaan sosial, empati, dan komitmen moral terhadap anak didik,” ungkapnya.
Menurutnya, pengukuhan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang para guru untuk terus belajar dan berkembang.
Dunia pendidikan, katanya, selalu menuntut guru agar senantiasa memperbarui diri, berpikir reflektif, dan terbuka terhadap perubahan zaman.
“Menjadi guru berarti siap menjadi pembelajar seumur hidup. Karena hanya dengan belajar, seorang guru bisa terus menyalakan lentera yang menerangi jalan generasi berikutnya,” tambah Romo Manfred.
Peran Program PPG: Menyiapkan Guru Siap Zaman
Sementara itu, Ketua Program Studi PPG Unika Santu Paulus Ruteng, Drs. Eliterius Sennen, M.Pd, menuturkan bahwa keberhasilan pelaksanaan PPG ini merupakan hasil kolaborasi antara kampus, sekolah mitra, serta semangat belajar para peserta.
Ia menyebutkan bahwa Unika Santu Paulus terus berkomitmen menjadi pusat pengembangan pendidik profesional di wilayah Nusa Tenggara Timur.
“Kami di Unika tidak hanya membentuk guru yang mampu mengajar dengan baik, tetapi juga mereka yang mampu berpikir reflektif dan kolaboratif. Guru profesional bukan sekadar pengajar, tetapi pembelajar sepanjang hayat,” jelasnya.
Eliterius menambahkan, bahwa nilai kemanusiaan dan spiritualitas menjadi inti dari setiap proses pendidikan di Unika.
Menurutnya, hal yang membedakan lulusan PPG Unika Santu Paulus dengan banyak lembaga pendidikan lainnya.
“Kami bangga karena dari Ruteng, kami turut menyumbangkan guru-guru profesional yang siap membawa perubahan positif bagi pendidikan nasional,” pungkasnya.
Suara Guru: Cahaya dari Ranamese
Di antara 1.075 guru yang dikukuhkan, salah satunya adalah Leo Alfus Sesok, guru SMPN 1 Ranamese, Kabupaten Manggarai Timur.
Ia mengaku bahwa pengukuhan ini menjadi momen penuh haru sekaligus reflektif dalam perjalanan hidupnya sebagai pendidik.
“Saya merasa sangat bersyukur dan bangga menjadi bagian dari keluarga besar Unika Santu Paulus Ruteng. Program PPG ini mengubah cara saya memandang profesi guru. Kami tidak hanya belajar bagaimana mengajar, tetapi juga bagaimana menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap proses pembelajaran,” tutur Alfus.
Bagi Alfus, menjadi guru di pelosok bukanlah halangan, tetapi justru tantangan untuk menyalakan api semangat. Ia percaya bahwa pendidikan sejati bukan bergantung pada kelengkapan fasilitas, melainkan pada ketulusan hati untuk melayani.
“Meski dengan fasilitas terbatas, semangat melayani harus tetap menyala. Karena guru adalah cahaya dan cahaya sekecil apa pun akan tetap berarti di tengah kegelapan,” ungkapnya.
Lentera dari Ruteng untuk Indonesia
Momentum pengukuhan 1.075 guru profesional ini menjadi simbol kuat bahwa Ruteng bukan hanya pusat pendidikan di Flores, tetapi juga lumbung lahirnya guru-guru berkarakter bagi bangsa.
Unika Santu Paulus Ruteng menunjukkan perannya sebagai lembaga pendidikan tinggi yang konsisten menanamkan nilai humanisme Kristiani di tengah tantangan era digital dan globalisasi pendidikan.
Romo Manfred dalam menutup sambutannya mengingatkan seluruh guru agar tidak melupakan panggilan awal mereka untuk menjadi cahaya bagi sesama.
“Kalian adalah lentera yang akan menyalakan cahaya di sekolah-sekolah, di hati anak-anak, dan di masa depan bangsa. Jangan biarkan api itu padam,” pesan Romo Manfred.
Dengan semangat itu, pengukuhan PPG kali ini menjadi penanda bukan hanya keberhasilan akademik, tetapi juga lahirnya generasi pendidik baru yang siap menyalakan cahaya kemanusiaan di seluruh penjuru negeri.(*)



