close menu

Masuk


Tutup x

DPRD Manggarai Barat Bahas Pembentukan 31 Desa Baru, Perdebatan Prosedur dan Pemerataan Warnai Paripurna

DPRD Kabupaten Manggarai Barat menggelar rapat paripurna ke-5 masa sidang I tahun 2025–2026 pada Rabu (12/11)
DPRD Kabupaten Manggarai Barat menggelar rapat paripurna ke-5 masa sidang I tahun 2025–2026 pada Rabu, 12 November 2025. (Foto: Nurjana)

Penulis: | Editor: Redaksi

LABUAN BAJO, FAJARNTT.COM – Rapat paripurna ke-5 masa sidang I tahun 2025-2026 DPRD Kabupaten Manggarai Barat pada Rabu (12/11) berlangsung dinamis dan penuh perdebatan.

Agenda utama rapat kali ini adalah penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pembentukan 31 desa baru, sebuah kebijakan yang dinilai strategis namun sarat tantangan administratif.

Rapat yang dipimpin Wakil Ketua I DPRD Manggarai Barat, Rikar Jani, dihadiri oleh Wakil Bupati dr. Yulianus Weng, M.Kes., Sekda Hans Sodo, Wakil Ketua II Sewargading S.J. Putera, para kepala organisasi perangkat daerah (OPD), serta seluruh anggota dewan.

Suasana ruang sidang utama DPRD tampak hangat sejak awal, ketika fraksi-fraksi mulai menyampaikan pandangan yang menunjukkan perbedaan penekanan antara urgensi pemerataan dan kepatuhan prosedural.

Pemerataan dan Pelayanan Publik Jadi Alasan Utama Pembentukan Desa Baru

Dalam pandangan awalnya, pemerintah daerah melalui Wakil Bupati Yulianus Weng menegaskan bahwa pembentukan 31 desa baru merupakan bagian dari strategi memperpendek rentang kendali pemerintahan.

Tujuannya, kata dia, untuk memastikan setiap warga mendapat pelayanan dasar secara cepat dan merata, terutama di wilayah-wilayah terpencil.

“Desa merupakan ujung tombak pelayanan publik. Dengan adanya pembentukan desa baru, kita ingin memastikan masyarakat di pelosok pun bisa menikmati akses pendidikan, kesehatan, dan administrasi kependudukan secara layak,” kata Yulianus.

Namun, di balik semangat pemerataan tersebut, muncul kekhawatiran dari sejumlah fraksi tentang kesiapan administrasi dan validitas data pendukung. Perdebatan pun tak terhindarkan ketika beberapa fraksi menilai bahwa semangat pemerataan harus berjalan seiring dengan ketaatan pada aturan dan kelengkapan dokumen hukum.

Fraksi PKB: Langkah Strategis untuk Pelayanan Lebih Dekat dengan Rakyat

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melalui juru bicaranya Servatius R. Gahang menegaskan dukungan penuh terhadap langkah pemerintah daerah. Menurut PKB, pembentukan 31 desa baru merupakan bentuk nyata kehadiran negara di tengah masyarakat pedesaan.

“Terhadap segala hikmat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah menyatukan niat untuk mengabdi kepada masyarakat, Fraksi Kebangkitan Bangsa menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang terus bersinergi memperjuangkan kepentingan rakyat sesuai peran dan fungsi masing-masing,” ujar Servatius.

PKB menilai langkah ini akan menjadi pondasi pemerataan pembangunan yang lebih kokoh. Dengan pembentukan desa baru, masyarakat yang selama ini jauh dari jangkauan pemerintahan akan lebih mudah mengurus berbagai urusan administratif dan mendapatkan pelayanan dasar.

Meski demikian, Servatius mengingatkan agar setiap tahapan dijalankan dengan transparan dan akuntabel.

“Kami berharap seluruh proses administrasi, verifikasi lapangan, dan penetapan batas wilayah dilakukan secara tuntas, agar tidak menimbulkan persoalan hukum maupun sosial di kemudian hari,” tegasnya.

Fraksi Gerindra: Soroti Kelengkapan Dokumen dan Legalitas Hukum

Nada berbeda disampaikan Fraksi Partai Gerindra Indonesia Raya. Melalui juru bicaranya Fidelis Syukur, Gerindra menilai semangat pemerataan memang patut diapresiasi, namun tidak boleh mengabaikan aspek legalitas dan kelengkapan dokumen administratif yang menjadi dasar hukum pembentukan desa.

“Fraksi Gerindra menilai masih banyak dokumen verifikasi yang belum lengkap dan belum disahkan secara formal. Beberapa di antaranya adalah berita acara hasil verifikasi lapangan, peta batas wilayah, serta data kependudukan yang masih menggunakan data proyeksi,” ungkap Fidelis.

Ia menegaskan bahwa keabsahan administrasi merupakan pondasi dari legitimasi kebijakan publik.

Jika proses ini dilanjutkan tanpa melengkapi dokumen, kata Fidelis, pembentukan desa baru bisa menimbulkan konflik hukum dan sosial di kemudian hari.

“Negara kuat bukan karena banyaknya aturan, tetapi karena ketegasan dalam menegakkan keadilan dan akhlak,” ujar Fidelis, mengutip pesan Presiden Prabowo Subianto.

Gerindra kemudian mendorong pemerintah daerah agar bekerja sama dengan Inspektorat, Pemerintah Provinsi NTT, dan Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan audit lapangan menyeluruh.

“Jika sebagian besar desa sudah memenuhi syarat, penetapan dapat dilakukan bertahap sesuai ketentuan hukum,” tambahnya.

Fraksi-Fraksi Lain Soroti Potensi Konflik Batas dan Kesiapan Aparatur

Beberapa fraksi lain, seperti NasDem, PDIP, dan Golkar, juga menyampaikan catatan penting. Fraksi NasDem menyoroti potensi tumpang tindih batas wilayah jika verifikasi tidak dilakukan dengan cermat.

Sementara Fraksi PDIP menekankan perlunya kesiapan aparatur desa baru, baik dalam aspek sumber daya manusia maupun kemampuan pengelolaan keuangan desa.

“Desa baru bukan sekadar penambahan wilayah administrasi. Ia membutuhkan perangkat pemerintahan yang profesional, transparan, dan memahami tata kelola keuangan publik,” ujar salah satu anggota Fraksi PDIP.

Sementara itu, Fraksi Golkar mengingatkan agar pembentukan desa tidak hanya didorong oleh pertimbangan politik sesaat, melainkan berdasarkan kebutuhan objektif masyarakat di lapangan.

Rapat Berlangsung Dinamis, Cermin Keseriusan DPRD

Rapat paripurna yang berlangsung hampir tiga jam itu berjalan dinamis dan penuh argumentasi konstruktif. Masing-masing fraksi tampak serius dalam menelaah Ranperda, mencerminkan komitmen DPRD untuk memastikan kebijakan pembentukan 31 desa baru benar-benar berpihak kepada masyarakat dan tidak cacat secara hukum.

Pimpinan sidang, Rikar Jani, menilai perbedaan pandangan antarfraksi merupakan hal wajar dalam proses legislasi.

“Justru dari perbedaan itulah kita menemukan jalan terbaik untuk rakyat,” ujarnya saat menutup rapat.

Langkah Lanjut: Pemerintah Siapkan Jawaban Eksekutif

Pembahasan Ranperda pembentukan 31 desa baru ini dinilai sebagai momentum penting dalam perjalanan pemerintahan Kabupaten Manggarai Barat. Dengan pemekaran desa, diharapkan terjadi percepatan pembangunan dan pemerataan akses pelayanan publik hingga wilayah-wilayah terpencil seperti di Kecamatan Lembor Selatan, Pacar, Boleng, dan Kuwus.

Usai mendengarkan pandangan umum seluruh fraksi, pimpinan DPRD menetapkan bahwa agenda berikutnya adalah penyampaian jawaban eksekutif atas seluruh catatan dan masukan DPRD. Setelah itu, pembahasan akan dilanjutkan bersama Panitia Khusus (Pansus) Ranperda Pembentukan Desa Baru sebelum masuk tahap pengesahan.

Pemerintah daerah berharap proses ini dapat berjalan cepat namun tetap mematuhi prinsip kehati-hatian.

“Kita ingin keputusan yang tepat, legal, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” tegas Wakil Bupati Yulianus Weng.

Dengan dinamika politik yang berkembang dan pengawasan DPRD yang intens, pembentukan 31 desa baru di Manggarai Barat kini memasuki babak krusial, di mana semangat pemerataan harus berjalan seiring dengan integritas dan ketertiban hukum.(*)

Kedai Momica
Konten

Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Berpengalaman di bidang komunikasi, pemasaran, dan public relations. Kini aktif sebagai jurnalis.

Komentar

You must be logged in to post a comment.