close menu

Masuk


Tutup x

Tak Hanya Rugikan Negara, Rokok Ilegal Ternyata Gunakan Bahan Sisa Tak Layak Konsumsi

Wartawan Media Fajar NTT, Nurjana berpose dengan Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Labuan Bajo, Ahmad Faisol. (Foto: Nurjana)
Wartawan Media Fajar NTT, Nurjana berpose dengan Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Labuan Bajo, Ahmad Faisol. (Foto: Nurjana)

Penulis: | Editor: Redaksi

LABUAN BAJO,FAJARNTT.COM – Fenomena maraknya peredaran rokok ilegal di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) kini menjadi perhatian serius otoritas Bea dan Cukai.

Pasalnya, selain menimbulkan kerugian bagi keuangan negara, keberadaan rokok ilegal juga menyimpan bahaya lain yang lebih mengkhawatirkan, yakni penggunaan bahan sisa yang tidak layak konsumsi dalam proses produksinya.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean C Labuan Bajo, Ahmad Faisol, saat diwawancarai Fajar NTT pada Senin (10/11).

Faisol menegaskan pihaknya terus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di wilayah Flores dan sekitarnya.

Ia menilai, pemberantasan rokok ilegal bukan hanya persoalan penerimaan cukai, melainkan juga tanggung jawab moral untuk melindungi masyarakat dari bahaya produk berisiko tinggi.

Cukai Naik, Rokok Ilegal Bermunculan di Pasar Gelap

Menurut Ahmad Faisol, kenaikan tarif cukai rokok yang ditetapkan pemerintah pusat memang berdampak positif terhadap upaya pengendalian konsumsi tembakau. Namun, di sisi lain, kebijakan ini turut memicu munculnya produsen nakal yang mencoba mengambil keuntungan dengan memproduksi rokok tanpa izin resmi.

“Setiap kali tarif cukai naik, kami selalu mendeteksi peningkatan peredaran rokok tanpa pita cukai atau menggunakan pita cukai palsu. Ini fenomena klasik yang terus berulang, karena sebagian masyarakat belum paham bahwa harga murah sering kali berarti risiko tinggi,” ungkap Faisol.

 

Ia menjelaskan, produsen rokok ilegal biasanya beroperasi secara tersembunyi di gudang-gudang kecil yang tidak memenuhi standar sanitasi.

“Bahan bakunya tidak jelas asal-usulnya. Banyak diambil dari sisa produksi pabrik legal, bahkan ada yang menggunakan tembakau yang sudah rusak atau berjamur. Zat aditif seperti pengawet dan perasa ditambahkan tanpa pengawasan laboratorium. Bisa dibayangkan dampaknya bagi paru-paru dan sistem pernapasan,” ujarnya.

Faisol menekankan, masyarakat kerap tertipu oleh tampilan bungkus yang dibuat menyerupai merek-merek besar, padahal isinya berbeda jauh.

“Kemasan rokok ilegal sekarang sangat mirip produk legal. Orang awam bisa sulit membedakan, kecuali melihat pita cukainya secara teliti,” tambahnya.

Bukan Sekadar Pelanggaran Pajak, Tapi Ancaman Nyata bagi Kesehatan

Lebih jauh, Faisol menegaskan bahwa isu rokok ilegal tidak boleh dipandang semata sebagai pelanggaran administratif.

“Ini bukan hanya masalah pajak atau cukai yang tidak dibayar. Ini masalah keselamatan masyarakat,” ujarnya.

Mnurutnya, rokok ilegal mengandung berbagai risiko kimiawi karena tidak melalui proses kontrol kualitas.

“Kami menemukan kandungan nikotin dan tar di atas ambang batas wajar. Bahkan ada yang mengandung bahan kimia pelarut dan pewarna tekstil yang seharusnya tidak digunakan untuk konsumsi manusia,” beber Faisol.

Selain bahaya kesehatan, dampaknya terhadap keuangan negara juga tidak kecil. Sebagian besar dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) disalurkan kembali ke pemerintah daerah untuk membiayai program kesehatan masyarakat, kesejahteraan petani tembakau, serta peningkatan infrastruktur publik.

“Tahun 2025, Kabupaten Manggarai Barat menerima sekitar Rp 14 miliar dari pajak rokok. Dana itu dipakai untuk pembangunan layanan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Kalau rokok ilegal beredar luas, dana seperti itu akan berkurang. Artinya, yang dirugikan bukan hanya negara, tapi masyarakat kita sendiri,” jelasnya.

Luasnya Wilayah, Minimnya Personel

Bea Cukai Labuan Bajo memiliki tanggung jawab besar karena wilayah pengawasannya mencakup sembilan kabupaten, mulai dari Labuan Bajo, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, hingga Lembata.

Namun, dengan hanya 37 pegawai, pengawasan di lapangan harus dilakukan dengan strategi cermat.

“Dari 37 orang, hanya 9 yang khusus menangani pengawasan lapangan. Bayangkan, sembilan orang harus mengawasi wilayah seluas ribuan kilometer persegi, termasuk pengawasan udara dan laut,” tutur Faisol.

Meski demikian, Faisol meyakinkan bahwa semangat para petugas di lapangan tetap tinggi.

“Kami rutin melakukan patroli di Bandara Internasional Komodo yang melayani tiga penerbangan internasional tiap pekan. Pemeriksaan dilakukan terhadap barang bawaan penumpang maupun kargo. Setiap celah penyelundupan kami perhatikan,” katanya.

Ia menambahkan, pengawasan laut juga menjadi fokus penting, terutama terhadap kapal wisata asing yang berlabuh di perairan Labuan Bajo.

“Kami selalu waspada terhadap modus penyelundupan barang kena cukai seperti rokok dan minuman beralkohol dari luar negeri,” ujar Faisol.

Sinergi Antarinstansi dan Peran Publik Sangat Diperlukan

Untuk memperkuat pengawasan, Bea Cukai Labuan Bajo membangun sinergi dengan berbagai instansi.

“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi adalah kunci. Karena itu, kami bekerja sama dengan TNI, Polri, Kejaksaan, Satpol PP, dan pemerintah daerah,” jelas Faisol.

Ia menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.

“Kami membuka saluran pengaduan yang bisa diakses masyarakat. Kalau ada warga yang melihat penjualan rokok tanpa pita cukai, segera laporkan. Setiap laporan akan kami tindaklanjuti,” tegasnya.

Selain menindak, Bea Cukai juga aktif melakukan edukasi dan penyuluhan.

“Kami datang ke pasar, kios, dan sekolah. Kami ajak pedagang dan masyarakat untuk mengenali ciri rokok ilegal. Kami ingin menciptakan efek jera, bukan hanya bagi pelaku, tetapi juga bagi pembeli,” katanya.

Faisol berharap masyarakat tidak lagi tergoda dengan harga murah.

“Rokok ilegal mungkin harganya separuh dari rokok legal, tapi risikonya dua kali lipat. Masyarakat berhak mendapat perlindungan, dan kami akan memastikan hal itu,” tambahnya dengan tegas.

Operasi Gabungan: 311 Karton Rokok Ilegal Disita di Flores Timur

Keseriusan Bea Cukai Labuan Bajo terlihat dari berbagai operasi di lapangan. Salah satunya pada 17-20 Oktober 2025, ketika tim gabungan Bea Cukai dari wilayah Bali, NTB, dan NTT berhasil menindak 311 karton rokok ilegal di Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur.

Barang bukti yang diamankan berupa rokok jenis SKM merek Rastel dan SPM merek New Marina yang menggunakan pita cukai tidak sesuai peruntukan.

“Tim kami bergerak berdasarkan informasi intelijen yang memantau aktivitas bongkar muat mencurigakan di pelabuhan. Setelah diselidiki, ternyata benar ada penyimpangan besar-besaran,” ungkap Faisol.

Ia menuturkan, barang hasil penindakan kemudian dikirim ke kantor pengawas pabrik untuk penelitian lebih lanjut.

“Kami telusuri jalur distribusinya, siapa pemasok, dan ke mana barang itu akan dikirim. Ini penting untuk memutus mata rantai peredaran rokok ilegal di NTT,” jelasnya.

Menurut Faisol, keberhasilan operasi ini menjadi bukti nyata komitmen Bea Cukai dalam menjaga kedaulatan fiskal negara.

“311 karton itu bukan sekadar angka. Di baliknya ada potensi kerugian negara miliaran rupiah dan ancaman kesehatan bagi ribuan orang,” ujarnya.

Kerugian Negara Capai Rp 1,2 Miliar Lebih

Berdasarkan data resmi dari beacukai.labuanbajo.go.id, sepanjang Januari hingga Oktober 2025, Bea Cukai Labuan Bajo telah melakukan 96 tindakan hukum (Surat Bukti Penindakan/SBP) terhadap barang kena cukai ilegal.

Total nilai potensi kerugian negara mencapai Rp 1.229.487.714, sementara nilai STCK mencapai Rp 20 juta.

Selain itu, terdapat 1.247.196 batang rokok ilegal dan 1.280,36 liter minuman beralkohol ilegal yang berhasil diamankan.

“Angka-angka ini menunjukkan seberapa besar upaya kami dalam menjaga penerimaan negara,” ujar Faisol.

Ia menegaskan, seluruh hasil penindakan akan dilanjutkan dengan proses hukum sesuai ketentuan.

“Kami tidak hanya menegah, tapi juga menindaklanjuti dengan penelitian dan penyidikan bila ditemukan unsur pidana. Prinsip kami jelas: siapa pun yang melanggar, harus bertanggung jawab,” katanya.

Menjalankan Arahan Presiden dan Menteri Keuangan

Ahmad Faisol menegaskan bahwa setiap langkah Bea Cukai Labuan Bajo sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia dan Menteri Keuangan mengenai pengawasan barang kena cukai ilegal.

“Presiden dan Menteri Keuangan menekankan pentingnya pengawasan rokok ilegal karena dampaknya luas, mulai dari ekonomi hingga kesehatan publik. Kami di lapangan bertugas mewujudkannya,” tuturnya.

Ia menambahkan, keberhasilan operasi di Flores Timur menjadi simbol keseriusan Bea Cukai.

“Ini bukan sekadar prestasi angka, tapi bukti nyata bahwa negara hadir melindungi warganya dari bahaya barang ilegal,” ujar Faisol menutup wawancara.

Edukasi dan Kesadaran Jadi Senjata Utama

Faisol menilai bahwa langkah represif saja tidak cukup. Pemberantasan rokok ilegal harus dibarengi dengan perubahan kesadaran publik.

“Kalau masyarakat paham risikonya dan berhenti membeli, maka pasar rokok ilegal akan mati sendiri. Edukasi jauh lebih efektif dalam jangka panjang,” tegasnya.

Karena itu, Bea Cukai Labuan Bajo berkomitmen memperluas program edukasi ke sekolah-sekolah, komunitas pedagang, hingga pemerintah desa.

“Kami ingin setiap warga menjadi agen pengawas di lingkungannya. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal tanggung jawab sosial bersama,” ujarnya.

Dengan langkah pengawasan ketat, operasi terkoordinasi lintas lembaga, serta meningkatnya kesadaran publik, perang melawan rokok ilegal di NTT diharapkan benar-benar bisa dimenangkan, bukan hanya demi penerimaan negara, tetapi demi kesehatan dan masa depan masyarakat Nusa Tenggara Timur.(*)

Kedai Momica
Konten

Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Berpengalaman di bidang komunikasi, pemasaran, dan public relations. Kini aktif sebagai jurnalis.

Komentar

You must be logged in to post a comment.