
Penulis: Tim | Editor: Redaksi

FAJARNTT.COM – Liang Bua dan Liang Galang, situs arkeologis dan bersejarah di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, kembali memikat hati wisatawan mancanegara.
Pada Sabtu (9/8/2025), rombongan turis dari Belanda, Kanada, Australia, dan Belgia mengaku mendapatkan pengalaman yang tak hanya kaya akan sejarah, tetapi juga sarat dengan kehangatan budaya lokal.
Emeli, jurnalis media cetak dan media online asal Australia, mengaku terkesima saat menapaki setiap sudut Liang Bua.
Ia menyebut gua purba ini sebagai portal waktu yang membawanya menembus ribuan tahun sejarah manusia.
“Liang Bua bukan sekadar gua purba. Saat saya melangkah masuk, suasananya membuat saya merasa berada di masa lalu. Saya membayangkan manusia purba menyalakan api, memahat batu, dan hidup berdampingan dengan alam. Bahkan suara angin yang berhembus dan kicau burung di sekitar sini mungkin sama dengan yang mereka dengar ribuan tahun lalu. Itu membuat saya merinding, terharu, dan merasa sangat beruntung berada di tempat ini,” ungkapnya penuh kagum.

Pemandu Lokal yang Ramah dan Profesional
Sementara itu, Sofia, seorang guru asal Kanada yang kini mengajar di Thailand, memiliki kesan yang mendalam bukan hanya datang dari situsnya, tetapi juga dari cara tim Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Liang Bua menyampaikan kisah sejarah kepada pengunjung.
“Pelayanan di sini luar biasa. Pemandu lokal tidak hanya memberikan fakta sejarah, tetapi juga membungkusnya dalam cerita yang hidup. Mereka membuat sejarah terasa dekat, penuh makna, dan tidak membosankan. Keramahan mereka yang selalumenyapa, tersenyum, bahkan menatap mata kami ketika berbicara, membuat kami merasa bukan sekadar turis, melainkan tamu yang dihargai,” ujarnya.
Kekayaan Budaya yang Terjaga
Lima wisatawan asal Eropa, Emeli, Matil, Jakob, yudit, dan Santiago menilai daya tarik Liang Bua dan Liang Galang bukan hanya pada nilai arkeologinya, tetapi juga pada kehidupan masyarakat yang menjaganya.
Yudit, menekankan bahwa suasana autentik dan sambutan hangat adalah bagian penting dari pengalaman ini.
“Tempatnya sangat autentik, tidak ada kesan dibuat-buat untuk turis. Orang-orang di sini ramah, suasananya hangat. Kami bisa merasakan betapa masyarakat menjaga warisan leluhurnya dengan bangga. Bahkan sebelum masuk gua, kami disambut dengan senyum dan sapaan yang tulus. Itu membuat kunjungan ini lebih dari sekadar wisata. Ini adalah pengalaman budaya yang nyata,” jelas Yudit.
Harapan untuk Akses yang Lebih Baik
Meski terpukau oleh pesona dan keramahan yang mereka temui, para turis ini berharap ada perbaikan pada infrastruktur penunjang.
Jakob menilai akses jalan menuju situs masih menjadi tantangan bagi sebagian wisatawan.
“Pengalaman ini luar biasa, tapi jalannya cukup sulit. Jika akses diperbaiki, lebih banyak orang akan datang, merasa nyaman, dan aman. Situs ini bukan hanya milik Manggarai atau Indonesia, tetapi warisan untuk dunia,” tegasnya.
Sebelum meninggalkan Manggarai, rombongan wisatawan sepakat untuk mempromosikan Liang Bua dan Liang Galang di komunitas mereka masing-masing.
“Kami ingin lebih banyak orang tahu bahwa di Flores ada harta sejarah dunia yang masih hidup, indah, dan disambut dengan senyum hangat. Siapa pun yang datang ke sini akan pulang dengan kenangan yang melekat seumur hidup,” tutup Jakob.
Liang Bua dan Liang Galang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata arkeologis dan penuh sejarah, terutama setelah temuan Homo floresiensis di Liang Bua yang mengguncang dunia ilmiah.
Kini, testimoni wisatawan mancanegara kembali menegaskan bahwa pesona keduanya tak hanya berada pada nilai ilmiahnya, tetapi juga pada harmoni antara sejarah, alam, dan keramahan manusia yang menjaganya.(*)