Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak berita dan opini, bahkan status di media sosial selalu bertemakan politik maupun hal-hal yang berhubungan dengan politik. Tema seputar politik ini bukan sekadar menanggapi situasi politik menyongsong Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2020, tetapi seakan mengafirmasi pentingnya sebuah kegiatan politik. Diksi-diksi yang mewarnai tema tersebut pun bervariasi, baik diksi yang beraroma positif (santun, red), maupun negatif (tidak santun, red).
Diksi-diksi berita, opini, atau status di media sosial menggambarkan karakter dan tujuan penulis. Penulis yang bertujuan positif, tentu menulis yang wajar dengan akal sehat, mengedepankan pokok masalah, berprasangka baik terhadap pembaca, bersikap terbuka dan menyampaikan kritik secara umum, menggunakan bentuk lugas, dan tanggap konteks. Sebaliknya, penulis yang bertujuan negatif, tentu menyampaikan kritik secara langsung (menohok, red) dengan kata atau frasa kasar, menulis karena dorongan rasa emosi, protektif, sengaja ingin memojokkan pembaca yang menjadi lawannya, dan menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap pembaca yang menjadi lawannnya.
Tentu, dalam konteks Pilkada serentak tahun 2020 ini, diksi-diksi yang dimaksudkan bersumber dari individu atau kelompok yang empunya diksi “lanjutkan” dan “perubahan”. Hal ini berarti antara empunya diksi “lanjutkan” dan empunya diksi “perubahan” saling membangun karakter diri dengan mempertahankan keunggulan-keunggulan melalui postingan diksi-diksi positif, sekaligus membangun argumen untuk saling menjatuhkan dengan diksi-diksi negatif.
Ketika diksi-diksi negatif dipostingkan dalam situasi politik ini, maka benar apa yang dikatakan oleh Marsel Ruben Payong (2020) dalam akun facebook miliknya, “Selama musim Pilkada/Pilgub/Pilpres, martabat kemanusiaan seperti barang rongsokan yang tidak berharga. Ruang publik, termasuk media sosial dipenuhi dengan caci maki, ujaran kebencian, pelecehan verbal yang sangat masif dan luar biasa memuakkan dan memalukan. Jika ini yang menjadi cita-cita dan model demokrasi ala Indonesia, saatnya kita evaluasi kembali. Mungkin tidak cocok”.
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.