Penulis: Petrus Selestinus | Editor:
Kongres Rakyat Flores (KRF), menyesalkan sikap Presiden Jokowi yang tergolong ketinggalan kereta alias terlambat, ketika merespons peristiwa pembantaian secara biadab satu keluarga berikut pembakaran rumah dan Gereja di Dusun Lewonu, Desa Lembon Tongoa, Kecamatan Pelolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
Presiden Jokowi mestinya menjadi orang pertama yang mengutuk keras peristiwa tidak berperikemanusiaan di Sigi dan menyatakan belasungkawa sebagai wujud empatinya terhadap keluarga korban. Namun Presiden sangat terlambat karena baru merespons pada hari ke tiga setelah pembantaian terjadi, itupun setelah mendapat kritik pedas dari sejumlah pihak.
Padahal dilihat dari bobot peristiwa dan dampak politik yang ditimbulkan, maka meskipun akhirnya Presiden Jokowi mengutuk keras peristiwa pembantaian dan menyatakan dukacitanya, namun sikap demikian menjadi tidak bermakna dan kehilangan bobot kenegarawanan sekalipun hanya sekedar penglipur lara.
Apa Yang Salah Dengan Minoritas
KRF, mempertanyakan apakah ada yang salah atau ada yang kurang dari warga minoritas di negeri ini, terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya, sehingga hanya sekedar menyatakan belasungkawa dan empati kepada korban kebiadaban teroris di Sigi dan di tempat lain, Presiden Jokowi enggan melakukan itu pada kesempatan pertama.
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.