Penulis: Vincent Ngara | Editor:
Kepada kuping yang selalu sensitif dengan suaraku, bahkan ketika berisik sekalipun di telinga sangat antusias tinggi, sangat tajam. Setajam silet untuk mendengarkan bisikku, apalagi jika aku berteriak.
Suatu pagi setelah terbangun dari tidur dengan setengah sadar, sambil menyandarkan kepalaku ke kaca jendela sembari termenung dengan melamunkan pandang tak berarah.
“Merr! katanya sambil melihat ke arahku.
“Iya,” jawabku dengan sedikit kaget.
Ah mungkin aku kelebihan lamunannya, ujarku dalam hati.
Ada apa, ya? tanyaku dengan ramah pura-pura tak terjadi sesuatu.
“Kenapa diam begitu? tanyanya padaku, rupanya ia sudah perhatikan aku dari tadinya.
“tidak kok kak, Merr Cuma nikmati udara sejuk saja,” jawabku sedikit membela diri.
“ohh gitu benar-benarkah, sudah kesini? katanya meminta duduk bersamanya dil uar.
Segera bergegas keluar, udara di luar memang lebih adem pagi itu.
“Selamat pagi,”dia menyapaku.
“Paggiiiiii! balasku ngegas.
“Santai tuan putri nih masih pagi-pagi,” katanya sambil tersenyum.
“Baru bangunkah tuan putri,” tanyanya lagi sambil tertawa lepas.
Aku sengaja terdiam saja, dia berhehti sambil meraih tanganku meminta maaf. Katanya, sambil tersenyum seolah-olah membujuku.
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.