
Penulis: Nurjana | Editor: Redaksi
LABUAN BAJO, FAJARNTT.COM – Kasus asusila yang menggemparkan publik kembali mencuat di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Seorang pria berinisial AJ (44), warga Kecamatan Ndoso, tega menodai darah dagingnya sendiri. Korban, yang tak lain adalah keponakannya sendiri, kini diketahui tengah mengandung tujuh bulan akibat perbuatan bejat sang paman.
Kasus ini kini resmi ditangani oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Manggarai Barat, setelah dilaporkan oleh ibu kandung korban, RM, pada 21 Oktober 2025, melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/167/X/2025/SPKT/Polres Mabar/Polda NTT.
Hal tersebut disampaikan dalam press release Polres Manggarai Barat yang diterima FajarNTT pada Senin malam (10/11/2025).
Berdasarkan keterangan penyidik dalam press release tersebut, disampaikan bahwa korban berinisial YAI (17). Ia mulai tinggal di rumah pelaku AJ pada tahun 2023, saat masih duduk di kelas VIII SMP.
Kedua orang tuanya, yang bekerja di Kalimantan, menitipkan anak mereka kepada AJ dengan harapan agar sang paman dapat menjaga dan merawatnya selama mereka berada di luar daerah.
Namun, kepercayaan itu berubah menjadi petaka. Hanya sekitar satu bulan setelah tinggal bersama, AJ mulai merayu dan membujuk korban dengan berbagai cara hingga akhirnya melakukan tindakan persetubuhan terhadap korban yang masih di bawah umur.
Tindakan tersebut, menurut hasil penyelidikan sementara, tidak hanya terjadi sekali. Pelaku diduga berulang kali melakukan persetubuhan terhadap korban, baik di rumahnya sendiri maupun di rumah seorang kerabat bernama Marsel Maka, yang berlokasi di Kampung Raca, Desa Golo Keli, Kecamatan Ndoso.
Perbuatan keji AJ tidak berhenti di kampung. Berdasarkan keterangan pelapor dan hasil pemeriksaan awal, perbuatan terakhir dilakukan pada 17 Agustus 2025, di salah satu hotel di Ruteng, Kabupaten Manggarai.
Saat itu, AJ diketahui membawa korban ke hotel dengan dalih berkunjung ke kota. Namun, di sanalah ia kembali melakukan aksi bejatnya.
Kini, hasil pemeriksaan medis menunjukkan korban tengah hamil tujuh bulan. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa perbuatan AJ telah berlangsung dalam jangka waktu panjang dan berulang.
Kasus Naik ke Tahap Penyidikan
Kasi Humas Polres Manggarai Barat, IPDA Hery Suryana, membenarkan bahwa kasus ini telah naik ke tahap penyidikan.
Ia menjelaskan penyidik kini tengah mendalami seluruh alat bukti dan keterangan saksi untuk memperkuat berkas perkara.
“Benar, saat ini kasusnya sudah dalam tahap penyidikan. Kami sedang memeriksa saksi-saksi dan melengkapi bukti pendukung untuk menuntaskan kasus ini,” ujar IPDA Hery seperti yang dikutip dalam press release Polres Manggarai Barat pada Senin (10/11/2025).
Menurut Hery, pelaku AJ disangkakan melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp5 miliar.
“Pelaku dapat dijerat dengan hukuman berat karena melakukan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur, apalagi korban merupakan keponakannya sendiri,” tegas Hery.
Korban dalam Pendampingan PPA dan DP3A
Akibat perbuatan pelaku, korban kini mengalami trauma mendalam dan tengah mendapatkan pendampingan psikologis dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Manggarai Barat bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) setempat.
Pihak kepolisian memastikan proses hukum akan berjalan profesional dan berpihak pada korban, mengingat pelaku memiliki hubungan darah dekat yang memperberat sisi moral perbuatannya.
“Kami akan menindak tegas siapa pun yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Tidak ada toleransi untuk pelaku, apalagi dalam lingkup keluarga,” ujar Hery.
Imbauan Polisi: Orang Tua Harus Lebih Waspada
Melalui kasus ini, Polres Manggarai Barat kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak abai terhadap keselamatan anak-anak, terutama ketika mereka tinggal jauh dari pengawasan orang tua.
“Kami mengimbau agar masyarakat lebih waspada dan tidak mudah mempercayakan anak kepada orang lain, termasuk kerabat, tanpa pengawasan yang jelas,” pesan IPDA Hery.
Kasus semacam ini, lanjutnya, sering terjadi karena korban merasa takut melapor atau merasa bersalah akibat manipulasi dari pelaku yang memiliki hubungan emosional dengan mereka.
“Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama. Jika melihat atau mendengar indikasi pelecehan, segera laporkan ke pihak berwajib,” tutup Heri.(*)





