close menu

Masuk


Tutup x

Pelacur Juga “Perempuan” (Sisipan di Hari Ibu Nasional)

Pelacur
Bernardus Tube Beding (Foto: Ist.)

Penulis: | Editor:

Pelacur “Kelas Atas”

Pelacur “kelas atas” mempunyai nasib yang lebih baik. Pada umumnya mereka lebih terpelajar, lebih kaya, dan lebih mampu memilih kapan ia akan  menjual jasa dan pelanggan yang mana yang akan dilayaninya. Mereka mungkin tidak termasuk kelompok yang terpaksa menjual jasa karena dorongan ekonomi, tetapi lebih mencari tambahan untuk memenuhi keinginan mereka akan kemewahan. Bukan kebutuhan primer lagi yang mereka kejar, tetapi sudah kebutuhan tersier. Tetapi mereka justru lepas dari sorotan para moralis. Yang dikejar-kejar adalah justru kayang kelas bawah. Berpraktik di jalan-jalan tidak boleh, dilokalisasikan agar lebih mudah dikontrol juga ditentang. Seolah-olah lokalisasi adalah legalisasi pelacuran, meskipun kaum moralis itu juga tahu bahwa dilokalisasi atau tidak, pelacuran akan terus belangsung. Jika lokalisasi pelacuran dibubarkan, mereka berpendapat bahwa seolah-olah pelacuran sudah habis. Penyelesaian yang baik menyapu kotoran ke bawah karpet.

Bukan pula lokalisasi yang membuat para laki-laki dan remaja terpacu untuk mencari pelacur. Para laki-laki dan remaja yang demikian itu tetap akan mencari pelacur meskipun tidak ada lokalisasi. Dunia perdagangan jasa pelacur seperti juga perdagangan yang lain mengikuti hukum pasar. Selama ada permintaan, aka nada saja yang menawarkan. Khususnya dalam hal pelacuran ini, permintaanlah yang lebih menentukan, karena pelacur tidak pernah memasang iklan dan tidak pula berkeliling menjajakan dagangannya. Kalau di suatu kota tidak ada permintaan, tentu tidak akan pula pelacur berpraktik di sana. Pertumbuhan jumlah pelacur di kota Surabaya misalnya, sejalan dengan pertumbuhan tenaga kerja pendatang ke sana. Maka jika hendak menghentikan pelacuran, hentikanlah permintaan dan jangan hanya menghentikan penawaran.

Jika tidak mungkin menghentikan permintaan (dan ini membuktikan bahwa yang lebih tepat untuk dituduh sebagai tuna susila adalah pelanggannya), maka yang harus kita kerjakan adalah memperkecil dampak buruk pelacuran itu sendiri. Dampak buruk dari segi kesehatan, social, ketertiban, dan keamanan. Dampak buruk bukan hanya kepada para pelanggannya saja, tetapi juga dampak buruk yang mengancam para pelacur itu sendiri. Betapa pun juga mereka adalah warga Negara Indonesia, bangsa kita sendiri, yang juga mempunyai hak untuk dilindungi.

Iklan
Follow Berita FajarNTT.com di Google News

Dapatkan update breaking news dan berita pilihan kami dengan mengikuti FajarNTT.com WhatsApp Channel di ponsel kamu

CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Konten

Komentar

You must be logged in to post a comment.

Terkini Lain

Konten