
Penulis: Alfonsius Andi | Editor:

Selain itu, Bayu menyampaikan bahwa kalau yang memukul menggunakan pentungan tentu beliau hanya mengalami memar saja, tentu ini barang tajam sampai mengalami luka robek (Sayat), dan pada saat itu juga Kapolresta mengaku dia ada di TKP, coba dia sampaikan apakah itu Pentungan, Tongkat, Sangkur atau sejenis benda tajam lain yang digunakan saat memukul adik kami ini.
“Pada saat kejadian kan Kapolresta mengakui bahwa dia ada di TKP. Tapi beliau belum mengakui dan bum menyampaikan terkait benda apa yang digunakan pada saat memukul adik kami ini hingga mengalami luka robek dibagian kepala dengan kedalaman sekitar 2 centi meter (mendekati Selaput Tengkorak) dan panjang luka 5 centi meter, ” ucapnya dengan nada kesal.
Pihak keluarga korban juga sangat kecewa, masa seorang pimpinan sekelas Kapolresta tidak bisa menunjukkan sikap dan tindakan yang baik selaku Pengayoman, Pelayan dan Pelindung Masyarakat, itukan semboyan Polri tapi faktanya itu tidak dilakukan.
” Masa sekelas Kapolresta menunjukkan sikap masa bodoh kepada masyarakat, dan tidak menjalankan tugas sebagai Pengayoman, Pelayan dan Pelindung Masyarakat,” cetus Bayu.

Pihak korban menduga kuat ada keterlibatan Kapolresta dalam kasus ini. Saat ini keluarga besar sedang berupaya bisa beraudiensi dengan Kapolda NTT dan meminta serta mendesak agar Kapolresta harus dinonaktifkan sementara, sehingga anggota-anggota yang ada pada saat itu bisa memberikan kesaksian tanpa ada tekanan psikologis.
” Kami meminta dan mendesak Kapolda NTT, agar segera menonaktifkan Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol. Risian Krisna ,” tutup Bayu. (*)