
Penulis: Tim | Editor: Redaksi

RUTENG, FAJARNTT.COM – Kabupaten Manggarai resmi berada dalam status siaga rabies, menyusul meningkatnya kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) di wilayah Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah daerah memastikan stok vaksin rabies untuk hewan peliharaan masih tersedia sebanyak 20 ribu dosis hingga Agustus 2025, sebagai upaya utama menekan penyebaran penyakit mematikan ini.
Meski demikian, keberhasilan pencegahan rabies tidak hanya bergantung pada ketersediaan vaksin, melainkan sangat ditentukan oleh kedisiplinan masyarakat dalam menjaga hewan peliharaan mereka, terutama anjing dan kucing, agar tidak berkeliaran bebas dan memicu risiko penularan yang lebih luas.
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Manggarai, Yustina Hangung Lajar, menegaskan bahwa stok vaksin yang cukup tetap harus diimbangi partisipasi aktif warga dalam memelihara hewan secara bertanggung jawab.
“Stok vaksin masih aman. Tetapi, keberhasilan pengendalian rabies bukan hanya pada vaksinasi, melainkan juga pada kedisiplinan masyarakat untuk menjaga hewan peliharaan mereka,” ujar Yustina kepada media ini, Jumat (23/8).

Program vaksinasi rabies di Manggarai merupakan tindak lanjut dari Instruksi Gubernur NTT Nomor 01/DISNAK/2025 tentang pengendalian HPR, diterbitkan menyusul meningkatnya kasus gigitan hewan penular rabies di provinsi ini.
Berdasarkan data terakhir, hingga Agustus 2025, tercatat 10.605 kasus gigitan HPR di NTT dengan 16 korban meninggal dunia.
Salah satu aturan penting yang ditegaskan adalah larangan membiarkan anjing berkeliaran bebas. Hewan peliharaan wajib diikat atau dikandangkan, karena jika dibiarkan lepas, anjing akan dianggap sebagai hewan liar.
“Kalau tidak diikat, maka dianggap sebagai hewan liar,” tegas Yustina.
Pelanggaran aturan ini tidak hanya berisiko memicu rabies, tetapi juga dapat menimbulkan konflik antarwarga.
Tantangan utama dalam pelaksanaan vaksinasi tetap berada di lapangan. Jumlah tenaga kesehatan hewan terbatas, rata-rata satu orang per kecamatan, sementara wilayah Manggarai luas dengan ribuan rumah tangga yang memelihara anjing.
Selain itu, biaya operasional untuk vaksinasi jemput bola dari rumah ke rumah juga menjadi kendala.
Yustina menekankan langkah yang harus segera dilakukan masyarakat bila terjadi gigitan anjing.
Korban wajib dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat, sedangkan anjing yang menggigit dipantau selama 14 hari untuk memastikan tidak terinfeksi rabies. Jika anjing dibunuh, kepala hewan tetap bisa diperiksa di laboratorium Dinas Peternakan untuk memastikan ada atau tidaknya virus rabies,” jelasnya.
Selain vaksin hewan, stok vaksin anti rabies (VAR) untuk manusia juga terbatas. Kondisi ini membuat pencegahan lebih efektif dibanding mengandalkan pengobatan setelah gigitan terjadi.
Pemkab Manggarai berharap, dengan ketersediaan vaksin yang memadai dan partisipasi masyarakat yang disiplin, kasus rabies di wilayah ini dapat ditekan seminimal mungkin.
“Vaksin saja tidak cukup. Kedisiplinan warga adalah kunci utama. Kalau semua pemilik bertanggung jawab terhadap anjingnya, rabies bisa kita kendalikan bersama,” pungkas Yustina.(*)