close menu

Masuk


Tutup x

Stop Kekerasan! Tokoh Pemuda-Mahasiswa Manggarai di Bali Desak Aksi Kolektif Pulihkan Ruang Aman bagi Perempuan

Tokoh Mahasiswa-Manggarai Bali, I Putu Agus Karsha Saskara Putra, S.Kom
Tokoh Mahasiswa-Manggarai Bali, I Putu Agus Karsha Saskara Putra, S.Kom

Penulis: | Editor: Redaksi

DENPASAR,FAJARNTT.COM – Memperingati Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang jatuh pada hari ini, Tokoh Pemuda-Mahasiswa Manggarai Bali menyuarakan kekhawatiran sekaligus seruan keras kepada seluruh elemen masyarakat untuk tidak tinggal diam atas maraknya kekerasan terhadap perempuan, baik di ruang sosial maupun di ruang digital.

Peringatan tahun ini mengambil tema “Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman”, sebuah refleksi atas realitas yang menunjukkan betapa rapuhnya ruang aman bagi perempuan di Indonesia. Sepanjang 2024 hingga 2025, laporan kekerasan seksual, pelecehan daring, hingga intimidasi fisik dan verbal menunjukkan tren yang terus meningkat.

Data CATAHU Komnas Perempuan 2024 mencatat 1.791 kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) naik 40,8 persen dari tahun sebelumnya. Lonjakan ini bukan sekadar angka, melainkan gambaran meningkatnya ancaman terhadap perempuan di berbagai lini: keluarga, sekolah, tempat kerja, ruang publik, hingga media sosial yang sering kali dianggap sebagai tempat tanpa batas.

Tokoh Mahasiswa-Manggarai Bali, I Putu Agus Karsha Saskara Putra, S.Kom, menilai kekerasan terhadap perempuan telah melewati batas isu privat dan kini menjelma menjadi persoalan kemanusiaan yang mendesak.

Dalam keterangannya di press release yang diterima Fajar NTT pada Selasa malam (25/11), ia menyatakan bahwa publik tidak bisa lagi berpura-pura tidak melihat.

“Kekerasan terhadap perempuan bukan lagi sekadar isu privat, melainkan krisis kemanusiaan yang menuntut intervensi publik. Diam bukanlah pilihan,” tegasnya.

Agus menjelaskan bahwa berbagai bentuk kekerasan, mulai dari pelecehan seksual di transportasi umum, perundungan di media sosial, pemaksaan relasi, hingga kekerasan domestik, menunjukkan masih kuatnya budaya yang membenarkan dominasi dan kontrol terhadap tubuh serta kehidupan perempuan.

Menurutnya, peringatan ini harus menjadi momentum untuk bergerak bersama.

Ia menekankan bahwa yang dibutuhkan saat ini bukan hanya kecaman moral, tetapi tindakan langsung dari seluruh pihak.

“Hari ini kami mengajak pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk tidak sekadar mengecam. Bertindaklah. Stop sebarkan konten yang merendahkan perempuan, berhenti menyalahkan korban, dan beranilah melapor jika menyaksikan kekerasan terjadi di sekitar kita,” serunya.

Agus juga menyoroti bahwa kebanyakan kekerasan justru terjadi dalam relasi sehari-hari: lingkungan rumah, lingkungan kerja, pertemanan, hingga relasi asmara.

“Banyak pelaku kekerasan adalah orang-orang yang dikenal korban. Ini membuat perempuan semakin takut bersuara. Kita perlu memastikan mereka tidak sendirian,” lanjutnya.

Ketimpangan Gender dalam Ruang Digital: Ancaman Baru yang Kian Meluas

Salah satu isu paling mengkhawatirkan yang disoroti oleh narasumber adalah maraknya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Kekerasan ini meliputi doxing, revenge porn, ancaman seksual via pesan pribadi, body shaming, hingga penyebaran video intim tanpa consent.

Agus menilai KBGO adalah bentuk kekerasan “tanpa wajah” yang kerap lolos dari pantauan, namun dampaknya sangat menghancurkan mental dan sosial korban.

“Di ruang digital, kekerasan bisa dilakukan tanpa tatap muka. Tapi luka yang ditinggalkan sering kali lebih dalam karena tersebar luas, cepat, dan sulit ditarik kembali,” ujarnya.

Ia menyebut, KBGO kini menjadi tantangan besar bagi perempuan muda, termasuk mahasiswi dan pekerja muda yang kehidupan sosial dan profesionalnya sangat bergantung pada media digital.

Tuntutan Tegas: Dari Penegakan Hukum hingga Redefinisi Maskulinitas

Tokoh Pemuda-Mahasiswa Manggarai Bali menyampaikan tujuh tuntutan utama sebagai langkah konkret untuk mengakhiri kekerasan dan memulihkan ruang aman bagi perempuan.

1. Penegakan UU TPKS secara Maksimal

Agus menegaskan bahwa undang-undang bukan sekadar dokumen hukum, melainkan alat untuk melindungi perempuan dari kekerasan.

“UU TPKS harus ditegakkan setegas mungkin. Tidak boleh ada toleransi bagi pelaku kekerasan seksual, siapapun mereka,” tegasnya.

2. Hentikan Victim Blaming

Budaya menyalahkan korban disebutnya sebagai akar yang terus menumbuhkan kekerasan.

“Ketika terjadi kekerasan, yang harus ditanya adalah: mengapa pelaku melakukan itu? Bukan kenapa korban memakai pakaian tertentu, pulang malam, atau aktif di media sosial,” katanya.

3. Literasi Digital Berperspektif Gender

Masyarakat harus memahami bagaimana cara bermedia sosial yang aman dan tidak membahayakan perempuan.

4. Akses Pemulihan bagi Korban

Korban kekerasan tidak boleh diarahkan untuk diam saja.

“Pemulihan psikologis, medis, dan hukum harus mudah diakses gratis, ramah perempuan, dan menjaga kerahasiaan,” jelasnya.

5. Menantang Toxic Masculinity

Agus menekankan pentingnya melibatkan laki-laki untuk mengubah budaya.

“Laki-laki harus menjadi bagian solusi. Berani menegur teman yang melecehkan perempuan, walau hanya lewat candaan,” ucapnya.

6. Pendidikan Seksualitas dan Kesetaraan Sejak Kecil

Sekolah dan keluarga harus mengajarkan consent, batasan tubuh, dan cara membangun relasi yang sehat.

7. Perbanyak Safe House di Tingkat Daerah

Rumah aman harus tersedia dan mudah diakses oleh korban kekerasan, terutama perempuan di wilayah rentan.

Memulai 16 Hari Advokasi Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Peringatan 25 November juga membuka rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, yang berlangsung hingga Hari HAM Internasional pada 10 Desember 2025.

Agus menyebut periode ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momentum memperkuat solidaritas.

“Gerakan ini mengingatkan bahwa kita semua punya peran. Pemerintah, media, tokoh agama, pemuda, dan masyarakat umum. Kekerasan akan berhenti jika kita berhenti membiarkannya,” tutupnya.(*)

Kedai Momica
Konten

Komentar

You must be logged in to post a comment.