Penulis: Vincent Ngara | Editor: Tim
RUTENG, FAJARNTT.COM – Hendrikus Epol menyebut Pater Simon (Simon Suban Tukan) yang menjadi dalang beberapa aksi penolakan warga terhadap pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 di Poco Leok, termasuk menolak kehadiran Bupati Manggarai Herybertus G.L. Nabit.
Epol menceritakan bahwa awal mula aksi penolakan itu berdasarkan pertemuan warga Poco Leok dari sejumlah gendang di kantor JPIC di Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Pertemuan itu di kantor JPIC. Saya datang ke kantor JPIC, karena ada surat panggilan dari Pater simon melalui lembaga JPIC dengan tujuan surat untuk Anselmus Nggeok dan Paulus Gari. Saya punya bapa kecil Anselmus Nggeok berhalangan hadir karena sakit, sehingga saya mewakilinya untuk hadir,” kata Hendrikus Epol kepada wartawan, pada Rabu, 26 Juli 2023.
Lanjutnya, yang membuka pertemuan hari pertama di kantor JPIC pada Jumat, 27 Januari 2023 adalah Heri. Kemudian, Pater Simon memimpin pertemuan hari kedua pada Sabtu, 28 Januari 2023. Dan pada pertemuan itu, Pater Simon memutar video negatif dampak dari geothermal di Rumah Pendidikan dan Pelatihan Niang Santu Yosef, JPIC Dongang, Ruteng.
“Pater Simon memutar video yang ada di Mataloko tentang luapan asap panas pada perkebunan warga. Itu yang kami nonton, termasuk tentang penolakan di Wae Sano, itu juga kami nonton,” kata Epol.
Pada saat itu, Pater Simon yang merencanakan untuk menolak kehadiran Bupati Manggarai di Desa Lungar (Poco Leok), Kecamatan Satar Mese. Dan ia mengundang sejumlah gendang dari Poco Leok pada pertemuan itu.
“Terkait dengan penolakan kedatangan bapa Bupati Manggarai, direncanakan Ibu-ibu yang tampil di depan, karena suara ibu-ibu biasanya diperhatikan oleh pemerintah. Pater simon yang menyuruh ibu-ibu di depan untuk menolak kehadiran Bupati Heri Nabit. Konsep pertemuan selama dua hari di JPIC, Pater Simon minta kepada gendang untuk merekrut ibu-ibu untuk melakukan aksi penolakan kehadiran bupati manggarai. Harus kaum ibu-ibu juga hadir untuk memperkuat pertahanan untuk menolak,” lanjutnya.
Apakah Murni Menolak?
Menurut Epol, Pater Simon menolak dengan alasan untuk mempertahankan konsep gendang one lingko peang dan wae bate teku. Kemudian Pater Simon mengatakan kalau terjadi pemboran akan ada danau di Poco Leok dan hanya tinggal bangkanya (bekas) saja.
Lebih lanjut, JPIC memfasilitasi pertemuan dengan perwakilan dari sejumlah gendang selama dua hari di kantor JPIC dan menanggung biaya makan, minum, dan penginapan peserta. Selain itu, JPIC juga memberikan biaya (uang saku) kepada setiap peserta selama pertemuan dua hari dengan nominal Rp.140.000,- (Seratus Empat Puluh Ribu Rupiah).
“Biaya Rp.140 ribu itu dipotong Rp.50 ribu untuk biaya transportasi, sehingga mereka (peserta) hanya total menerima uang untuk bawa pulang ke Poco Leok hanya Rp.90 ribu,” terangnya.
Ia menambahkan, usai pertemuan di kantor JPIC ada pertemuan lanjutan di gendang Cako. Dan yang datang waktu itu, ada dua wartawan ke gendang Cako dengan tujuan memutar video-video negatif tentang geothermal, serupa dengan pemutaran video di kantor JPIC.
“Tujuan pemutaran video negatif di hadapan warga Poco Leok yang hadir di gendang Cako itu untuk memperkuatkan kaum muda, bapak-bapak, ibu-ibu yang tidak pernah keluar dari Poco Leok, agar tetap kompak menolak kehadiran geothermal di unit 5-6 Poco Leok,” tutup Hendrikus Epol.
Saat yang sama, Raimundus Wajong mengungkapkan, konseptor penolakan warga terhadap pengembangan PLTP Ulumbu unit di Poco Leok adalah Pater Simon.
“Pater Simon yang mengkonsepkan untuk menolak itu. Beliau tidak tau nilai-nilai budaya Manggarai, sehingga mempengaruhi warga untuk menolak,” tutur Wajong. (*)
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.