close menu

Masuk


Tutup x

Jalan Panjang RUU PKS

jalan

Penulis: | Editor:

Oleh: Henrico Fajar Kristiarji Wibowo

(Penulis bergiat di SPEK-HAM)


Beberapa waktu yang lalu seorang teman mengirim pesan ke WAG tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), bunyi pesannya seperti ini: “Teman-teman saat ini DPR RI sedang melakukan sidang paripurna. Kita dukung pengesahan RUU PKS silakan membagikan pesan ini di medsos masing-masing untuk kampanye”.

Setelah saya cek di mesin pencarian google, ada satu judul informasi yang menarik, yaitu: ada 37 RUU, termasuk RUU PKS yang masuk dalam Prolegnas 2021. RUU PKS diusulkan sejak tanggal 26 januari 2016 dan merupakan salah satu RUU inisiatif dari DPR RI. Ide tentang pentingnya RUU PKS bermula dari tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan.

Menurut data Komnas Perempuan jumlah kekerasan seksual terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017 berjumlah 335.062 kasus. Naik drastis dari tahun sebelumnya yang berjumlah 259.150 kasus. Selain itu sorotan kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap YY yang terjadi di Bengkulu pada 2016 silam juga menjadi salah satu alasan mengapa RUU PKS ini penting untuk segera disahkan.

Dimasa pandemi Covid-19 ini lonjakan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan patut menjadi perhatian bersama. Sepanjang Maret-Mei 2020, periode awal pandemi Covid-19, kajian Komnas Perempuan menemukan adanya 1.299 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk anak perempuan. Rinciannya, 784 kasus kekerasan (66%) terjadi di ranah privat, 243 kasus (21%) di ranah publik, 24 (2%) kasus di ranah negara, dan 129 kasus (11%) tergolong sebagai kekerasan berbasis online.

Kekerasan Seksual

Dalam Bab I ketentuan umum pasal 1 disebutkan bahwa Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Kita semua tahu bahwa penyelesaian kasus kekerasan seksual selama ini seringkali merugikan perempuan korban. Masih kita jumpai ketidakberpihakan aparat penegak hukum terhadap korban dan seringkali menempatkan posisi korban dalam situasi yang sulit. Misalnya dalam kasus Baiq Nuril yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp. 500 juta. Dia seorang mantan guru honorer di SMA Negeri 7 di Mataram yang menjadi korban pelecehan seksual oleh kepala sekolah yang bernama Muslim, ia dianggap bersalah melanggar UU ITE karena menyebarluaskan konten elektronik yang berisi tindakan asusila.

Contoh lainnya, kasus Agni (bukan nama sebenarnya) mahasiswi UGM saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Juli 2017. Sangat disayangkan kasus ini berakhir dengan damai. Penyelesaian tersebut dilakukan karena proses untuk mendapatkan keadilan lewat jalur hukum cukup berat untuk dijalani.

Kasus tersebut di atas menjadi gambaran tentang situasi kekerasan seksual yang mengerikan dan sungguh bahwa anggapan banyak pihak yang menyatakan bahwa Indonesia Darurat kekerasan seksual adalah benar adanya.

RUU PKS sampai dengan saat ini diwarnai polemik. Masyarakat terbelah menjadi dua kelompok. Ada yang pro dan kontra. Bagi pegiat isu perempuan dan anak tentu saja RUU PKS ini menjadi harapan yang baik bagi penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Menjadi tidak elok saat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan sangat tinggi, namun proses pengesahan RUU PKS di parlemen terlihat setengah hati dan terkesan tidak mendengarkan suara masyarakat luas yang selalu bersuara lantang mendesak disahkannya RUU PKS ini.

RUU PKS Memanusiakan Manusia

Proses politik yang berjalan sejauh ini tentu saja dimaknai sebagai konsekuensi dari Negara Demokratis. Tapi manakala penolakan dilandasi atas kepentingan tertentu dan mengabaikan rasa kemanusiaan berarti itu sama saja dengan mengingkari hati nurani. Telah banyak korban kekerasan seksual berjatuhan, dampak fisik seperti luka pada organ tertentu, cacat seumur hidup serta dampak psikologis berupa ketakutan karena ancaman pelaku, depresi, jiwa yang terguncang dan sebagainya.

Di jagad media sosial, mereka yang menolak RUU PKS secara masif berkampanye bahkan menyebarkan hoax menyatakan bahwa RUU PKS adalah produk feminism dan budaya barat liberal yang tidak sesuai dengan Pancasila, nilai dan adat ketimuran. Padahal faktanya semangat RUU PKS adalah memanusiakan manusia yang menjadi inti dari nilai-nilai agama dan kepercayaan di Indonesia. Tidak ada agama dan kepercayaan yang membenarkan terjadinya kekerasan terhadap siapa pun.

RUU PKS membolehkan bahkan melindungi hubungan seksual suka sama suka sesama jenis (LGBT). Faktanya RUU PKS tidak membahas LGBT tetapi fokus pada kekerasan seksual. Selama ada korban kekerasan dalam hubungan apapun, baik itu sesama jenis, maka akan dilindungi dengan payung hukum tersebut.

RUU PKS membolehkan hubungan seksual suka sama suka (zina) di luar nikah. Faktanya RUU PKS tidak membahas pelegalan zina. Ini bukan berarti RUU PKS mendukung zina. Tentang zina telah diatur dalam KUHP pasal 284 yang dirumuskan sebagai kejahatan dalam perkawinan dan merupakan delik aduan bila terjadi selingkuh setelah menikah.

Bagaimanapun negara harus hadir melindungi warga negaranya tanpa terkecuali. Jangan sampai negara kalah dengan pelaku kekerasan. Negara tidak cukup hanya berpihak pada korban, tetapi juga harus berbuat nyata melindungi korban dengan memastikan hak-hak mereka terpenuhi. Oleh karena itu RUU PKS mendesak untuk segera disahkan, jangan menunggu korban-korban lain berjatuhan. (*)

*) Alamat : Jalan Srikoyo No. 20 Karangasem, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah

Email : henricofajar27@gmail.com / bangfajar41@yahoo.com

HP : 085643207860

Follow Berita FajarNTT.com di Google News

Dapatkan update breaking news dan berita pilihan kami dengan mengikuti FajarNTT.com WhatsApp Channel di ponsel kamu

CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Konten

Komentar

You must be logged in to post a comment.

Terkini Lain

Konten