
Penulis: Tim | Editor: Redaksi

RUTENG, FAJARNTT.COM – Upaya penurunan angka stunting di Kabupaten Manggarai terus menunjukkan hasil menggembirakan. Salah satu inovasi yang kini jadi sorotan adalah KIS (Kolaborasi Intervensi Stunting), sebuah program gagasan UPTD Puskesmas Kota yang membuktikan bahwa kolaborasi lintas sektor mampu menjadi kunci dalam memerangi stunting secara efektif.
Kepala UPTD Puskesmas Kota, drg. Margaretha Irmana Baung, menyampaikan bahwa KIS tidak hanya fokus pada aspek edukatif, tetapi juga melibatkan aksi nyata yang menyasar akar persoalan utama stunting yaitu kekurangan gizi kronis akibat keterbatasan akses terhadap makanan bergizi, terutama protein hewani.
“Kami tidak ingin hanya berhenti di edukasi. Kami bergerak. Kami bermitra dengan BUMN, BUMD, swasta, dan perguruan tinggi seperti Unika Indonesia dan Universitas Airlangga untuk mewujudkan intervensi nyata. Itu semangat KIS,” ungkap drg. Margaretha saat ditemui pada Senin, 21 Juli 2025.
Turun 10 Kasus dalam Dua Tahun, Prevalensi Jadi 2,23%
Program KIS terbukti efektif. Berdasarkan data pengukuran Februari 2023, tercatat 48 kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Kota. Jumlah ini menurun menjadi 43 kasus pada 2024, dan kembali turun menjadi 38 kasus pada Februari 2025. Selama dua tahun terakhir, terjadi penurunan 10 kasus, dengan angka prevalensi mencapai 2,23%.

“Angka ini sangat signifikan bagi kami. Ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan terpadu dan kolaboratif, stunting bisa ditekan,” lanjutnya.
Tak hanya itu, beberapa kelurahan seperti Carep, Tadong, dan Tenda sudah mencatat nol kasus stunting berdasarkan pengukuran terbaru. Sementara itu, wilayah Pitak, Satar Tacik, dan Watu masih menjadi fokus intervensi lanjutan.
Salah satu inovasi unik dari KIS adalah pemeriksaan laboratorium kadar hormon pertumbuhan anak-anak stunting. Sampel darah dikirim langsung ke laboratorium di Surabaya untuk mendapatkan gambaran rinci kondisi anak.
“Langkah ini penting agar kami tidak asal memberi intervensi. Pemeriksaan hormon membantu kami mengetahui kebutuhan spesifik anak, sehingga bisa dilakukan tindakan medis yang lebih tepat,” ujar drg. Margaretha.
Selain itu, bantuan nyata berupa susu, telur, vitamin, dan pemeriksaan dokter spesialis anak juga diberikan secara berkala kepada anak-anak yang masuk dalam kategori stunting.
Edukasi Keluarga dan Dukungan Regulasi
KIS juga menekankan pentingnya peran keluarga dalam penanganan stunting. Petugas gizi di lapangan secara aktif memberikan edukasi tentang pola makan sehat, pentingnya protein hewani, dan memantau pertumbuhan anak secara berkala.
“Kami percaya bahwa edukasi keluarga adalah fondasi utama. Kami tidak hanya mengobati, tapi membangun kesadaran,” tutur Rini salah satu petugas gizi.
Program ini diperkuat oleh regulasi nasional dan daerah, seperti Permenkes No. 1928 Tahun 2022 tentang pelayanan balita, dan SK Bupati Manggarai No. HK/89/2021 yang mendukung percepatan penurunan stunting.
Menuju Model Penanganan Stunting di NTT
KIS kini dipandang sebagai model kolaboratif yang efektif dan berpotensi diterapkan lebih luas di wilayah lain di Nusa Tenggara Timur.
Inovasi ini menegaskan bahwa terobosan tidak selalu lahir dari teknologi tinggi, tetapi bisa dimulai dari kolaborasi yang tulus dan keberpihakan nyata pada masa depan anak-anak bangsa.
“KIS adalah bukti bahwa kerja bersama bisa mengatasi masalah besar seperti stunting. Ini bukan hanya kerja Puskesmas, tapi kerja semua pihak yang peduli pada generasi mendatang,” tutup drg. Margaretha.
Dengan hasil nyata dan komitmen yang kuat, Puskesmas Kota Manggarai menunjukkan bahwa kolaborasi adalah senjata paling ampuh dalam perjuangan melawan stunting.(*)