close menu

Masuk


Tutup x

Neurosains Pembelajaran: Cognitive Load dan Self Regulation Siswa Era Disrupsi

Herinda Mardin, Eufrasia Jeramat, & Taufiq Satria Mukti (Mahasiswa S3 Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Malang) 
Herinda Mardin, Eufrasia Jeramat, & Taufiq Satria Mukti (Mahasiswa S3 Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Malang) 

Penulis: | Editor: Redaksi

FAJARNTT.COM – Cognitive load (beban kognitif) dan self regulation (control diri) menjadi masalah utama dalam proses belajar saat ini. Perkembangan digital yang pesat merubah pandangan siswa terhadap cara maupun makna belajar. Kecenderungan ini menjadi potensi masalah bagi siswa terhadap cara pikir yang instans dan praktis.

Perubahan ini berpengaruh terhadap terhadap proses pembelajaran yang tidak hanya fokus pada transfer pengetahuan, melainkan pada pembentukan proses kemampuan berpikir kritis, kesadaran diri, dan pemaknaan belajar yang lebih dalam. Penekanan cara kerja otak bekerja dalam menerima, mengolah, dan menyimpan informasi menjadi perhatian khusus dalam menyelenggarakan pembelajaran transformative untuk membantu siswa mengelola cognitive load serta mengembangkan kemampuan self-regulation yang menjadi fondasi bagi pembelajaran sepanjang hayat (Lahmi, et. al., 2025).

Dunia pendidikan memiliki posisi strategis dalam membangun kesadaran ilmiah dan kesadaran ekologis. Namun, sering kali bersifat mekanistik dan menuntut hafalan konsep yang padat, sehingga membebani kapasitas kognitif siswa. Fenomena cognitive overload yang terjadi di kelas menunjukkan bahwa siswa kerap mengalami kesulitan dalam memahami hubungan antar konsep, sebab materi sering disajikan secara terfragmentasi dan berorientasi pada hasil akhir berupa nilai, bukan pada proses berpikir.

Kajian neurosains pembelajaran ini membuka pandangan untuk terlibat dalam membantu memahami fenomena ini dengan menelusuri bagaimana memori kerja (working memory) dan memori jangka panjang (long-term memory) berperan penting dalam pembentukan skema pengetahuan. Kajian ini tidak hanya menjelaskan proses belajar dari sisi biologis dan fisiologis tetapi juga memberikan landasan empiris bagi guru untuk mengelola cognitive load agar pembelajaran menjadi efisien dan bermakna (Salsabyla, F., 2021; Yolanda, D., & Pranata, O. D., 2024).

Cognitive Load John Sweller (1988) menjelaskan bahwa kapasitas pemrosesan informasi manusia terbatas. Ketika beban kognitif melebihi kapasitas kerja otak, maka efektivitas belajar menurun secara drastis. Dalam konteks pembelajaran seperti Biologi misalnya, sangat relevan karena banyak konsep yang bersifat abstrak dan hirarkis, seperti mekanisme fotosintesis, regulasi genetik, dan sistem fisiologis tubuh manusia. Jika guru tidak mampu mengelola tingkat kesulitan dan penyajian informasi dengan baik, siswa akan mengalami overload yang menghambat pembentukan makna konseptual. Kajian neurosains membantu memetakan aktivitas otak yang terlibat dalam pemrosesan informasi khususnya pada area prefrontal cortex dan hippocampus sehingga pendidik dapat merancang strategi pembelajaran berbasis bukti (evidence-based teaching) yang mempertimbangkan kapasitas kognitif siswa.

Faktor regulasi diri (self-regulation) juga berperan penting dalam menentukan keberhasilan belajar. Regulasi diri melibatkan kemampuan individu untuk mengendalikan pikiran, emosi, dan perilaku guna mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Dari perspektif neurosains, kemampuan ini berhubungan erat dengan aktivitas korteks prefrontal, yang bertanggung jawab terhadap fungsi eksekutif seperti perhatian terarah, pengambilan keputusan, dan pengendalian impuls (Haru, et. al., 2023; Pratama, I. G., 2024). Dalam pembelajaran, siswa yang memiliki regulasi diri tinggi mampu mengatur strategi belajar, memantau pemahamannya sendiri, dan mengelola stres akademik yang sering muncul akibat beban kognitif tinggi. Oleh karena itu, memahami hubungan antara cognitive load dan self-regulation sangat penting untuk menciptakan pengalaman belajar yang adaptif, seimbang, dan reflektif di era disrupsi seperti ini.

Kajian neurosains tentang cognitive load dan self regulation membuka ruang inovasi pedagogis yang mendukung pembelajaran transformative dengan merancang kegiatan yang mampu menumbuhkan metacognitive awareness siswa untuk menumbuhkan kesadaran berpikir tentang proses belajar. Dengan demikian pemahaman neurosains dan perilaku belajar, pendidik dapat menciptakan desain pembelajaran yang menstimulasi koneksi neural, menumbuhkan refleksi diri, dan membangun keseimbangan antara pikiran, emosi, dan tindakan.

Pembelajaran: Perspektif Neurosains Kognitive Load dan Self Regulation

Proses berpikir individu memiliki keterkaitan antara aktivitas neurofisiologis otak dan aktivitas yang dilakukan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa efektivitas kognitif tidak hanya ditentukan oleh kapasitas memori kerja, tetapi juga oleh kemampuan sistem saraf pusat dan otonom dalam mengatur keseimbangan antara fokus, emosi, dan stres kognitif yang muncul selama proses belajar.

Indikator yang mudah untuk diketahui dalam proses belajar adalah dengan indikator heart rate variability (HRV) atau kerja detak jantung. Jantung akan bekerja dengan frekuensi tinggi ketika terdapat tantangan kognitif Byrne et al. (2025). Ketika terjadi beban kognitif yang tinggi tentu semakin tinggi bekerja jantung. Namun keseimbangan ini akan muncul dengan regulasi diri untuk mengontrol emosi. Kesadaran dalam diri siswa akan membantu siswa untuk terus mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Penelitian oleh Choi et al., (2024) membandingkan dua kelompok remaja dengan Gaming Disorder (GD) dibandingkan dengan individu sehat (Healthy Control). Eksperimen dengan memberikan Continuous Performance Task (CPT) (tugas umum yang mengukur perhatian dan kontrol impuls) dan Permainan video “League of Legends” (LoL) (tugas yang terkait langsung dengan kecanduan game). Hasil menunjukkan perbedaan aktivitas otak ditemukan di area frontal kiri saat bermain game. Kelompok GD menunjukkan peningkatan aktivitas theta yang lebih rendah dibandingkan kelompok HC. Ini mengindikasikan penurunan kontrol kognitif dan regulasi diri pada individu dengan GD. Selain itu, indikator HRV menunjukkan aktivitas parasimpatis (fungsi pengendalian emosi dan stres) serta perbedaan signifikan antara kedua tugas pada kelompok GD, tetapi tidak terjadi penurunan pada HC.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lee, J., & Jeong, G. C. (2024) terhadap 359 remaja Korea (usia ±15,5 tahun) mengklasifikasikan perlakuan penelitian berdasarkan pola penggunaan game yang meliputi penggunaan adaptif (adaptive-use), penggunaan sedang (general-use), penggunaan berisiko (risky-use), dan penggunaan bermasalah (problematic-use). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan game secara adaptif berkorelasi positif pada nilai regulasi diri dan membantu secara signifikan dalam penyesuaian sekolah (school adjustment). Sedangkan kelompok penggunaan game lainnya berdampak negative dalam self-regulation yang menyebabkan masalah bagi mereka terhadap adaptasi sekolah.

Dari hasil penelitian tadi memberikan rekomendasi bahwa untuk mengupayakan proses kognitif dan self regulasi diri yang maksimal tidak selamanya pendidik menyajikan pembelajaran berbasis game digital. Justru dengan intensitas yang tinggi akan mengakibatkan penurunan kognitif. Hal ini sekaligus memberi wawasan bagi masyarakat luas bahwa kecanduan game digital akan mempengaruhi rendahnya kinerja kognitif dalam memproses informasi.  Pendidik perlu tegas memberikan arahan terkait pemanfaatan peran digital dalam pembelajaran.

Referensi

Byrne, M. L., Ukaegbu, C., & Malti, T. (2025). Preschool Children’s High-Frequency Heart rate variability during low and high emotional challenge in relation to their self-regulation. Infant and Child Development, 34(1), e2507. https://doi.org/10.1002/icd.2507

Choi, J., Choi, Y., Jung, Y. C., Lee, J., Lee, J., Park, E., & Kim, I. Y. (2024). Effects of Game-Related Tasks for the Diagnosis and Classification of Gaming Disorder. Biosensors, 14(1), 42.

Haru, E., Den, F., & Marlina, J. (2023). Upaya Meningkatkan Regulasi Diri pada Mahasiswa. Jurnal Alternatif: Wacana Interkultural Vol, 12(2), 143.

Lahmi, A., Dahlan, D., Hakim, R., & Prima, A. (2025). Meretas Jalan Pendidikan Islam Modern melalui Perspektif Neurosains. Al Qodiri: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Keagamaan, 23(2), 517-529.

Pratama, I. G. (2024). Kunci sukses pembelajaran efektif: tinjauan sistematic literature review memahami hubungan gaya kognitif, regulasi diri, dan motivasi. Psycho Aksara: Jurnal Psikologi, 2(1), 73-79.

Salsabyla, F. (2021). Analisis Penggunaan Media Pembelajaran E-Learning Berbasis Google Classroom Terhadap Extraneous Cognitive Load (ECL) Siswa Kelas XI MIPA SMAN 1 Kampar Tahun Ajaran 2020/2021 (Doctoral dissertation, Universitas Islam Riau).

Yolanda, D., & Pranata, O. D. (2024). Science Learning Studies: Content Overload and the Role of Learning Media Studi Pembelajaran Sains: Content Overload dan Peran Media Pembelajaran. Natural Science, 10(2), 192-204.

Opini ini ditulis oleh Herinda Mardin, Eufrasia Jeramat, & Taufiq Satria Mukti (Mahasiswa S3 Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Malang)

Kedai Momica
Konten

Komentar

You must be logged in to post a comment.