
Penulis: Petrus Selestinus | Editor: Tim
Gatot Nurmantyo dan KAMI, seharusnya tidak berspekulasi untuk bertemu Kapolri dan membesuk Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dkk. dalam Rutan Bareskrim Polri, karena kedatangannya di luar protokol acara Kapolri dan terlebih Gatot Nurmantyo dan KAMI tidak memiliki kapasitas dan legal standing untuk bertemu tersangka yang berada dalam tahanan Rutan.
Gatot Nurmantyo dan KAMI bukanlah Keluarga dari para tersangka, bukan pula Penasehat Hukum tersangka, juga bukan dokter pribadi dan bukan rohaniwan yang telah diberi izin untuk berkunjung. Oleh karena itu keberadaan Gatot Nurmantyo dkk. dan KAMI di Bareskrim Polri hanyalah merupakan sebuah manuver politik yang ingin mencitrakan diri sebagai bapak yang baik bagi Syahganda Nainggolan dkk. dan Polri-lah yang jelek dan lain-lain.
Politisasi Proses Hukum
Secara norma, hanya 4 (empat) kriteria orang yang dibolehkan KUHAP dan aturan Polri untuk bertemu seorang tersangka yang berada dalam Rutan, yaitu Keluarga, Advokat yang menjadi Kuasa Hukum, dokter pribadi, dan rohaniwan. Itupun harus melalui prosedur terutama mendapat izin, dan surat-surat bukti hubungan hukum keluarga, Advokat, dokter pribadi, dan rohaniwan yang sudah disetujui penyidik.
Belum lagi ada tambahan aturan di tengah pandemi Covid-19 yang masih tinggi, sehingga Gatot Nurmantyo dan KAMI, seharusnya patut menduga bahwa mengunjungi tahanan secara berkelompok dalam jumlah besar pasti ditola, karena melanggar protokol Covid-19, disamping persyaratan lain seperti soal kapasitas dan legal standing Gatot dan KAMI.
Dengan demikian kunjungan Gatot Nurmantyo dkk. dan KAMI ke Bareskrim Polri, hanya sebuah politisasi, hanya dapat apes, tidak mendapatkan apa-apa, bahkan Polri diuntungkan karena telah bersikap tegas menegakkan hukum, benar-benar mengawal hukum dengan menyatakan tidak kepada KAMI, sebagaimana diinginkan Gatot Nurmantyo dan KAMI dalam petisinya saat dibacakan di Bareskrim kemarin.

Pertanyaannya, etis dan bermoralkah sikap KAMI?, ketika Gatot Nurmantyo dan KAMI gagal bertemu Kapolri untuk dialog dan menyampaikan petisi, lantas petisi Presidium KAMI untuk Kapolri dibacakan oleh Din Syamsuddin lewat perantara wartawan, apakah ini yang namanya gerakan moral, silakan menilai. (*)
*)Penulis Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila/FAPP