Penulis: Vincent Ngara | Editor:
Jakarta, FajarNTT.com – “NTT pada tahun 2020 menjadi provinsi kelima yang menyumbangkan konflik agraria sejumlah 16 konflik agraria,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika pada diskusi yang diselenggarakan oleh Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SPNTT) bertajuk “Meneropong Polemik di NTT, Investasi dan Konflik Agraria, Rakyat Bisa Apa?”, di Jakarta, Kamis (4/11/2021).
Dalam catatan KPA pada tahun 2020, 16 konflik agraria itu terjadi di beberapa sektor, yakni sektor properti, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan agribisnis.
Sementara terkait pihak yang terlibat, kata Dewi, yaitu Badan Otorita Pariwisata (BOP), PT. Waskita Karya, PT. Rerolan Hokeng, Pemprov NTT, kemudian ada KLHK, dan Kementerian ATR BPN.
Selain itu, Dewi juga menyoroti investasi pariwisata super premium Labuan Bajo, Manggarai Barat. Menurutnya, di Pulau Komodo terdapat 500 kepala keluarga (KK) yang kondisinya terancam akibat investasi.
“Ini kurang lebih yang akan mengancam 500 kepala keluarga yang ada di Pulau Komodo,” ujarnya.
Dewi menegaskan bahwa terkait proyek-proyek maupun pembangunan yang hadir, mestinya perlu ada dialog konstruktif antara pemerintah pusat maupun daerah. Hal itu guna memastikan pembangunan tersebut tidak berdiri di atas proses yang akan mengeksklusi atau menyingkirkan masyarakat adat, petani atau masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal dalam wilayah itu.
“Kadang seringkali dianggap masyarakat yang kontra terhadap itu (pembangunan) dianggap menolak pembangunan. Padahal, model pembangunan yang dikritisi,” ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman mengatakan pembangunan yang besar-besaran di Manggarai Barat merupakan paradoks. Menurutnya, data investasi yang akan masuk ke Manggarai Barat sebesar 229 Proyek dengan total nilai investasinya di atas 90 triliun.
“Kedepan Manggarai Barat menjadi pusat bagaimana orang-orang grup lokal, grup-grup bisnis di pusat di sektor pariwisata, lalu grup-grup bisnis global itu akan melirik Labuan Bajo karena sudah ditetapkan sebagai pariwisata super premium,” kata Ferdy.
“Teman-teman di NTT sebenarnya merasa bangga. Jadi sebenarnya Presiden Jokowi menetapkan super premium sebagai sebuah brand yang sebenarnya bisa digunakan kalau Pemda, Pemprov menggunakan brand itu untuk kesejahteraan rakyat, tetapi di situlah paradoksnya,” lanjut Ferdy.
Ia juga menyarankan soal pentingnya konektivitas antar daerah di NTT. Menurutnya, infrastruktur yang cepat akan mempengaruhi mobilitas manusia. Mobilitas manusia yang tinggi akan mempengaruhi uang yang akan beredar ke pasar. Sementara bila konsumsi tinggi, maka ekonomi akan meledak.
“Itu tidak akan terjadi kalau dari Flores Timur (Flotim) sampai Manggarai Barat orang masih pake transportasi darat. Itu kelamaan,” ujarnya.
Sayangnya, lanjut Ferdy, pemerintah daerah tidak pernah memikirkan untuk membangun sebuah mapping guna membangun kapal cepat dari Flotim ke Labuan Bajo.
Terkait Investasi yang besar-besaran di Labuan Bajo, Ferdy menegaskan kembali soal adanya paradoks pembangunan. Pasalnya, data BPS Mabar tahun 2020 mencatat angka kemiskinan sangat tinggi, lalu pendapatan perkapita masyarakat 416.000 per bulan.
“Gubernur NTT yang sekarang nggak sukses untuk mereduksi angka kemiskinan, karena Gubernur sebelumnya juga angka kemiskinannya sekitar 19 sampai 21 persen,” ujarnya.
Bahkan, dari 160-an desa yang ada di Manggarai Barat hanya satu yang dikategorikan desa maju.
“Coba bayangkan kabupaten super premium dengan indikator-indikator mikro seperti itu bagaimana jadinya,” tuturnya.
Ferdy menambahkan, untuk tingkat pendidikan di Manggarai Barat masih terbelakang.
“Angka buta huruf di Manggarai Barat 17 persen tidak sekolah, angka tamatan SD 41 persen, tamatan SMP 21 persen dan angka lulus SMA sampai doktoral hanya 27 persen,” tutupnya.
Penulis/Editor: Vincent Ngara
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.