Penulis: Vincent Ngara | Editor:
JAKARTA, FAJAR NTT – Anggota Komisi 1 DPR, Dave Laksono, menampik anggapan jika UU perlindungan data pribadi (PDP) menyasar pada satu pihak saja. Kata dia, baik instansi pemerintah maupun swasta diperlakukan sama.
UU Perlindungan Data Pribadi ini nantinya akan mengatur secara lebih rinci soal sanksi yang diberikan kepada badan publik milik pemerintah maupun privat.
“Undang-undang, kan payung, aturan turunannya atau teknisnya akan dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah atau keputusan menteri,” ujar Dave melansir BBC News Indonesia.
“Jadi kalau ada kebocoran data di lembaga pemerintah ya lembaga itu yang bertanggung jawab, hukumannya apa? Bisa diusut pidana. Tidak ada istilah berat sebelah, kalau salah harus bertanggung jawab,” ungkapnya.
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi telah lama didesak pengesahannya oleh kelompok masyarakat sipil. Sebab tanpa ada aturan ini, kata anggota DPR Dave Laksono, kasus-kasus kebocoran data tidak bisa ditindak dan terus berulang.
Kasus-kasus Kebocoran Data
Informasinya, sepanjang tahun 2022 sampai sekarang saja, setidaknya sudah terjadi 10 kasus dugaan kebocoran data pribadi.
Pada Januari 2022 misalnya, grup ransomware Conti diduga mencuri 228 GB data dari Bank Indonesia. Lalu pada bulan yang sama, terdapat dugaan kebocoran data catatan medis pasien di sejumlah rumah sakit di Indonesia. Data berukuran 720 GB itu dijual di forum online Raidforums.
Kemudian pada Agustus 2022, 17 juta data pelanggan PLN bocor dan dijual di situs breached.to dan baru-baru ini 1,3 miliar data pendaftaran atau resgistrasi kartu SIM di Indonesia diduga bocor dan dijual di forum yang sama.
Peretas dengan identitas Bjorka mengklaim memiliki data yang meliputi nomor induk kependudukan, nomor telepon, nama operator seluler, dan tanggal registrasi.
Kuasa hukum penggugat dugaan kebocoran data pribadi oleh pemerintah, Nelson Simamora, mengatakan UU ini adalah satu langkah maju untuk perlindungan data privasi. Sebab kini, masyarakat yang dirugikan bisa melapor.
“Misalnya kalau ada pinjaman online yang biasanya sebar-sebar data kita, atau menyedot data itu bisa diadukan,” ujar Nelson melansir BBC News Indonesia.
Karena itulah, dia mendesak pemerintah segera membuat aturan turunan dari UU tersebut. Berbarengan dengan itu, aparat penegak hukum maupun aparatur sipil negara yang bekerja di lembaga pemerintah harus diberi pemahaman soal tata cara mengelola data pribadi.
“Harus mulai dilakukan itu diklat-diklat supaya mereka paham. Selama ini polisi mungkin tahunya KUHP atau UU ITE,” tutupnya.
UU PDP Merupakan Payung Hukum
Sebelumnya DPR RI telah mengesahkan RUU PDP menjadi Undang-Undang. Kemudian Menkominfo, Johnny G. Plate menyampaikan Indonesia menjadi negara kelima di ASEAN yang memiliki payung hukum perlindungan data pribadi secara komprehensif.
Hal itu Menteri Johnny nyatakan pada saat menyampaikan Pendapat Akhir Presiden RI atas RUU PDP dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II DPRI RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/9/2022).
Mantan anggota DPR RI Dapil NTT 2 itu menegaskan keberadaan UU PDP akan menjamin hak warga negara sesuai amanat UUD 1945.
“Pengesahan RUU PDP merupakan wujud nyata dari pengejawantahan amanat UUD, khususnya Pasal 28 G ayat (1),” tegasnya.
Dari sisi kenegaraan dan pemerintahan, kata Menteri Johnny, UU PDP merupakan wujud kehadiran negara dalam melindungi hak fundamental warga negara di ranah digital.
“Lebih dari itu, RUU PDP akan memperkuat peran dan kewenangan pemerintah dalam menegakkan dan mengawasi kepatuhan dan kewajiban seluruh pihak yang memproses data pribadi (publik maupun privat),” katanya.
Keberadaan UU PDP, menurutnya, akan menjadi payung hukum perlindungan data pribadi yang lebih komprehensif, memadai, dan berorientasi ke depan.
“UU PDP juga memberikan kesetaraan dan keseimbangan hak subjek data pribadi dengan kewajiban pengendali data pribadi di mata hukum,” ujarnya.
Menteri Johnny menambahkan pengesahan UU PDP akan dapat memperkuat kepercayaan (trust) dan rekognisi terhadap kepemimpinan Indonesia dalam tata kelola data global.
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.