close menu

Masuk


Tutup x

Rekoleksi Guru di SMAS St. Gregorius Reo, Momentum Spiritualitas dan Kebersamaan Pendidik Katolik

SMAS St. Gregorius Reo menggelar rekoleksi untuk memperingati bulan kitab suci Nasional tahun 2025

Penulis: | Editor: Redaksi

FAJARNTT.COM – Rekoleksi yang digelar SMAS Santo Gregorius Reo dalam rangka memperingati Bulan Kitab Suci Nasional 2025 menjadi sebuah momentum istimewa, bukan semata-mata acara rohani yang bersifat seremonial, melainkan ruang perjumpaan spiritual yang menghadirkan kebersamaan sekaligus meneguhkan panggilan para pendidik Katolik untuk berkarya dalam semangat kasih, menghidupi iman, serta menjadi teladan nyata bagi generasi muda Manggarai Utara.

Kegiatan yang mengusung tema “Berkarya dalam Semangat Kasih Sebagai Perwujudan Kemuliaan Hidup” ini berlangsung di Aula sekolah pada Sabtu (27/09/2025) dan dipimpin langsung oleh Pastor Paroki Reo, RD. Mansuetus Hariman, Pr.

Kepala SMAS St. Gregorius Reo, RD. Sunday Cakputra dalam sambutannya,menekankan bahwa rekoleksi ini lebih dari sekadar pertemuan rohani rutin.

Ia menilai kegiatan ini sebagai kebutuhan mendesak bagi guru dan tenaga kependidikan di tengah derasnya tantangan dunia pendidikan saat ini.

Baginya, seorang guru tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga menghadirkan wajah kasih dalam setiap relasi dengan siswa, kolega, maupun masyarakat luas.

“Rekoleksi ini sangat penting bagi kita, tidak hanya sebagai momen mengenang bulan kitab suci nasional atau sekadar mencari inspirasi, tetapi juga sebagai sarana memperkuat nilai persaudaraan dan kebersamaan sebagai satu komunitas belajar. Kita akan berdialog, saling berbagi pengalaman, dan merefleksikan panggilan kita sebagai guru,” ungkap RD. Sunday.

Imam muda Keuskupan Ruteng itu menambahkan bahwa guru adalah figur yang diteladani, baik dalam aspek pengetahuan maupun dalam dimensi iman.

Karena itu, lanjut dia, rekoleksi seperti ini diharapkan menjadi ruang pembaharuan diri sehingga guru mampu tampil sebagai panutan nyata di tengah siswa.

“Tujuan rekoleksi ini juga untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan iman kita, sehingga kita dapat menjadi contoh yang baik bagi siswa kita. Seorang guru yang menghidupi imannya dengan sungguh akan memberi kesaksian lebih kuat daripada sekadar kata-kata. Itulah yang ingin kita hidupkan bersama di sini,” lanjutnya.

Senada dengan itu, RD. Mansuetus Hariman dalam pengantar rekoleksinya mengingatkan kembali tentang misi dasar sekolah Katolik.

Ia mengaitkan rekoleksi tersebut dengan rekomendasi Sinode Keuskupan Ruteng yang menegaskan bahwa sekolah Katolik harus benar-benar menampilkan citra kekatolikan dalam praksis hidup, bukan hanya dalam simbol atau atribut formal.

Menurutnya, identitas kekatolikan akan menjadi sia-sia bila hanya berhenti pada lambang, nama pelindung, atau semboyan, tanpa diiringi dengan aksi nyata yang menumbuhkan iman, kasih, dan persaudaraan.

“Mudah-mudahan ini menjadi awal dan bukan akhir, karena seingat saya di Reo baru kali ini ada rekoleksi semacam ini di lingkup sekolah. Sinode merekomendasikan agar sekolah Katolik tampil dalam citra kekatolikan yang nyata, bukan hanya dalam simbol atau atribut, tetapi lebih dalam aksi-aksi yang hidup,” tegas RD. Mansu.

Ia menambahkan, sekolah Katolik sejatinya dipanggil untuk menjadi medan pembentukan iman yang konkret.

“Artinya, pendidikan di sekolah tidak hanya berorientasi pada pencapaian akademik, tetapi juga diarahkan pada pembentukan kepribadian yang mencerminkan nilai-nilai Kristiani,” jelasnya.

RD. Mansu juga menegaskan bahwa guru adalah wajah pertama dari Gereja yang dilihat oleh siswa setiap hari, dan karena itu rekoleksi menjadi kesempatan untuk memperbarui kesadaran diri agar para guru semakin sadar bahwa tugas mendidik adalah panggilan iman yang luhur.

“Citra Katolik harus terlihat dalam keseharian: cara kita menyapa, cara kita bekerja sama, cara kita memperlakukan siswa. Dari situlah wajah Allah akan semakin nyata,” pungkasnya.

Melalui penegasan kedua imam Katolik ini, rekoleksi di SMAS St. Gregorius Reo bukan hanya dipahami sebagai sebuah agenda rohani tahunan, melainkan sebuah gerakan pembaruan. Dari perspektif kepala sekolah, rekoleksi adalah sarana memperkuat persaudaraan dan iman dalam komunitas belajar; sedangkan dari perspektif pastor paroki, rekoleksi adalah jawaban konkret terhadap rekomendasi Sinode agar sekolah Katolik tampil lebih otentik dalam aksi nyata. Kedua pandangan ini menyatu, menghadirkan sebuah refleksi mendalam bahwa mendidik adalah panggilan kasih, dan hanya dengan kebersamaanlah semangat itu dapat diwujudkan secara utuh di tengah dunia pendidikan Katolik.(*)

Laporan: Bastian Utu

Kedai Momica
Konten

Komentar

You must be logged in to post a comment.