
Penulis: Jefrin Haryanto | Editor: Jefrin Haryanto
Di sudut-sudut desa, di antara derak motor tua dan kabar harga cengkeh, ada satu lembaga yang diam-diam menyelamatkan banyak hidup: koperasi kredit.
Ia bukan sekadar tempat menyimpan uang, tetapi ruang kecil yang memelihara kepercayaan dan solidaritas. Di balik cat biru muda atau papan nama yang mulai pudar, bersembunyi ribuan cerita tentang keberanian dan ketekunan.
Koperasi kredit lahir dari semangat: jika kita bersama, kita bisa. Bukan dari investor besar, bukan dari modal raksasa, tapi dari sumbangan kecil-kecil yang dikumpulkan dari tangan-tangan yang lelah tapi jujur. Dari petani yang menyisihkan hasil panennya, dari guru yang menabung sedikit demi sedikit, dari tukang ojek yang percaya bahwa masa depan bisa dicicil, asal ada niat.
Dalam koperasi, uang bukan hanya angka. Ia adalah upaya. Setiap pinjaman bukan cuma transaksi, tapi keyakinan: bahwa orang ini akan kembali membayar, karena ia bagian dari kita. Karena di koperasi, hubungan yang dibangun bukan sekadar antara peminjam dan lembaga, tapi antara sesama anggota yang saling percaya.
Namun, koperasi kredit bukan tanpa tantangan.
Di zaman yang serba instan, ketika pinjaman online menjanjikan uang dalam lima menit dan bunga dalam dua tahun, koperasi sering tampak lambat. Padahal justru dalam kelambatan itu ia menjaga, memeriksa, mengingatkan, dan memastikan bahwa yang meminjam tak sedang menjerumuskan diri. Ia bukan pemadam kebakaran keuangan, tapi pelatih disiplin finansial.
Koperasi sebagai Alat Membangun Relasi
Dalam perspektif psikologi, koperasi kredit mencerminkan teori Abraham Maslow: kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, dan aktualisasi diri. Koperasi bukan hanya alat memenuhi kebutuhan primer, tapi tempat individu belajar bertanggung jawab, membangun relasi, dan memupuk harapan. Koperasi adalah laboratorium sosial tempat orang belajar menjadi warga yang tidak hanya meminta, tapi juga memberi.
Karena itu, koperasi kredit tidak seharusnya hanya dilihat sebagai badan usaha. Ia adalah gerakan moral. Sebuah gerakan yang mengajarkan bahwa kita bisa menata hidup secara mandiri, tanpa harus bergantung pada tengkulak, rentenir, atau sistem kapital yang tak mengenal ampun.
Mungkin koperasi tidak menjanjikan kemewahan. Tapi ia menawarkan sesuatu yang lebih penting: keberlanjutan. Di dunia yang semakin terfragmentasi, koperasi kredit mengingatkan bahwa solidaritas dan kesetiaan pada nilai-nilai komunitas masih mungkin dipertahankan.
Sebab di balik setiap rupiah yang disimpan, ada cerita. Dan di balik setiap pinjaman yang dibayar lunas, ada harga diri yang kembali utuh.(*)
*)Penulis Ketua Pengurus KOPDIT Mawar Moe & Fungsionaris Puskopdit Manggarai Raya





