Penulis: Vincent Ngara | Editor:
Ruteng, FajarNTT.com – Dugaan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh anggota Polres Manggarai, Djitro Anone memicu kemarahan warga kelurahan Pau, Nikolaus Jago beserta keluarga. Akar dari persoalan itu bermula ketika secara sepihak Djitro Anone menutup akses jalan masuk menuju rumah Nikolaus Jago.
Untuk menghindari keributan, mediasi sengketa kepemilikan tanah itu pun dilakukan di kantor Kelurahan Pau, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, pada Senin (06/09/2021).
Mediasi ini diikuti oleh kedua belah pihak, Nikolaus Jago didampingi istri Marta Mamul, anak, dan kerabatnya, sementara Djitro Anone hanya dihadiri oleh dirinya sendiri. Kemudian sebagai mediator, Lurah Pau, Eremius Gonzaga Gau, Babinsa Kelurahan Pau, Pelda Eligius Daman, Kanit Binkamsa Satbimas, Aipda Edy Surya.
Turut hadir juga dalam mediasi itu staf kelurahan Pau, 1 orang anggota TNI 1612/Mgr, 2 orang anggota Polres Manggarai, Ketua RT 035, dan beberapa orang warga kelurahan Pau.
Sebelum membuka kegiatan mediasi itu, Lurah pau mengimbau bahwa pemerintah setempat bukan Hakim.
“Kami bukan Hakim untuk memutuskan yang benar dan salah, kami hanya mencari jalan yang terbaik. karena itu minta kita untuk toto nai molor dite lonto ho’o, palong nai bakok. Karena kalau hari ini kita tidak membuahkan hasil, maka perkara sudah. Yang namanya perkara, kalah jadi arang menang jadi abu,” tegasnya.
Babinsa Eligius Daman pun mempertegas pernyataan Lurah Pau bahwa kehadirannya di kantor Lurah untuk mendengar sekaligus mencari solusi terkait persoalan itu.
“Saya minta kita semua untuk saling menghargai dan saling mendengar. Saya mau katakan bahwa kami bukan Hakim. Mari kita sama-sama mencari solusi dari persoalan ini,” terangnya.
Senada dengan Babinsa Kelurahan Pau, Aipda Edy Surya juga mengungkapkan bahwa semua persoalan bisa diselesaikan dengan baik.
“Kita orang Manggarai punya budaya yang kental untuk saling menghargai. Saya yakin ini bisa diselesaikan. Saya mau kita semua terbuka dan instrospeksi dengan persoalan ini,” katanya.
Pantauan media ini, mediasi itu pun diawali dengan keluhan dari Marta Mamul. Menurut Marta, bahwa saat membeli tanah rumah pada tahun 2001, sudah membeli sekalian dengan tanah khusus selebar 1 meter untuk jalan masuk menuju rumahnya.
“Hal ini memang tidak ada dalam bentuk surat resmi tetapi sudah diakui oleh pemilik tanah sebelumnya Ibu Emiliana Yulia. Dan Ibu Emilia sudah sampaikan ke Pak Djitro bahwa jalan masuk menuju rumah saya tidak boleh tutup. Saya sudah mendapat surat keterangan dari Ibu Emiliana Yulia bahwa dirinya sebelum menjual tanah ke Pak Djitro Anone sudah sampaikan bahwa tidak boleh menutup jalan menuju ke belakang. Sehingga kami heran, pada hal kami tinggal di sini sudah 19 tahun, aman-aman saja. Sekarang baru kami rasakan hal seperti ini,” ungkapnya.
Menanggapi keluhan dari Marta Mamul, Djitro Anone pun naik pitam. Sambil menunjukkan denah lokasi rumahnya beserta jalan, ia mempertanyakan dasar keluhan dari istri Nikolaus Jago itu.
“Apa yang mau kita diskusikan?, mau diskusi saya kasi jalan atau bongkar. Kalau saya sesuaikan dengan ukuran tanah maka tidak ada jalan ke belakang, sekarang saya mau kasih maka itu artinya jalan lewat di dalam saya punya dapur,” tuturnya dengan nada amarah.
Lurah Pau pun memberikan pernyataan bahwa apa yang digambarkan oleh Djitro Anone sudah ada dalam gambaran mereka.
“Ini mengacu kepada keterangan semua pihak bahwa ada jalan. Baik dari Ibu Emi yang ite beli, maupun dari Ibu Helena Mbasur sebagai pemilik tanah awal,” kata Lurah Gonza.
Untuk menghindari perang mulut yang berkepanjangan, Lurah Pau meminta semua pihak yang hadir saat itu di ruangan mediasi untuk melihat langsung lokasi tanah yang disengketakan.
Hal itu diputuskan oleh Lurah Pau bersama Babinsa Eligius Daman dan Kanit Binkamsa Satbimas, Aipda Edy Surya karena berulang kali menawarkan solusi namun tidak membuahkan hasil.
Saat dilokasi, warga sekitar sekitar pun mengungkapkan bahwa penutupan akses jalan masuk tidak benar adanya.
“Coba ite lihat ite tembok, itu bangunan baru. Itu kan bekas akses jalan masuk. Itu ada tangga. Itu yang buat itu tangga adalah Pak Djitro. Kemudian masa dia punya talang air buang ke halaman rumah orang,” kata salah seorang warga yang namanya tidak ingin dimediakan.
Diketahui, dugaan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh Djitro Anone pernah dilaporkan oleh Nikolaus Jago dan istrinya kepada Ketua RT, Lurah Pau, dan Polres Manggarai. Bahkan sudah pernah dilakukan 2 kali mediasi.
“Mediasi pertama kali dilakukan di rumah Pak RT 035 tanggal 20 April 2021. Mediasi yang kedua pada tanggal 3 Juli 2021 di kantor Kelurahan Pau. Bahkan sudah dilaporkan ke Polres Manggarai tetapi tidak dilayani, karena anggota Polres yang melayani pada saat itu beralasan bahwa bahwa pelapor harus membuat laporan tertulis dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal,” ungkap Marta Mamul.
Dikatakannya, pada tanggal 21 Juli 2021, dirinya bersama keluarga melapor ke Polres Manggarai.
“Yang menerima laporan itu adalah Pak Soni Noni tetapi laporan kami tidak diterima dengan alasan bahwa tidak ada laporan Dumas. Mereka bilang Bapa dan Mama jangan terlalu banyak omong, karena tidak ada kasus pidana, silahkan Bapa dan Mama cari di google,” kata Moses Larum Jago, anak dari Nikolaus Jago dan Marta Mamul.
Penulis: Beny Tengka
Editor: VN
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.