Penulis: Vincent Ngara | Editor:
RUTENG, FAJARNTT.COM – YPII (Yayasan Plan Internasional Indonesia) menggelar kegiatan workshop Finalisasi Data dan Persiapan Deklarasi Open Defecation Free (ODF) Kabupaten Manggarai 2020 di Aula Nucalale, Kantor Bupati Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Rabu (3/12/2020).
Baca Juga : Pengrajin Nyiru Ditemukan Tak Bernyawa, Ini Kronologisnya
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Pemda Manggarai dan YPII “Water for Woman Project”.
Pantauan media ini, fokus kegiatan itu tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang berkesetaraan gender dan inklusi sosial. Adapun tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tim STBM desa dalam melaksanakan tahapan proses kegiatan STBM dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang berkesetaraan gender dan inklusi berkelanjutan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2014 Tentang STBM.
STBM itu sendiri merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan.
Dalam kegiatan itu, YPII memaparkan tentang lima pilar STBM, sedangkan untuk tahun 2020, fokus YPII pada pilar kesatu tentang ODF atau Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Proficial Coordinator Project WfW YPII, Juliani Tallan kepada media ini (3/12) menjelaskan, bahwa kegiatan yang YPII adakan bertujuan untuk mendeklarasikan kabupaten Manggarai sebagai kabupaten ODF di tahun 2020.
“Secara bersama-sama melihat kembali pendataan dan target kita untuk mendelarasikan kabupaten Manggarai sebagai kabupaten ODF di tahun 2020. Tujuan kegiatan ini untuk menfinalisasi data terakhir kesiapan kabupaten Manggarai untuk ODF 2020,” jelasnya.
Pentingnya Jamban
Untuk fokus kegiatan YPII, kata Juliani, melihat kembali data terkait kepemilikan jamban dan juga perubahan perilaku masyarakat Manggarai, tidak lagi buang air besar di sembarang tempat.
Data (3/12) secara manual yang YPII terima, sudah 97,5% untuk deklarasi ODF di desa dan kelurahan.
“Di 145 desa dan 26 kelurahan,” terangnya.
Ia mengatakan, masyarakat yang buang air besar sembarangan (BABS) masih berpikir terkait bantuan.
“Di kabupaten Manggarai, untuk kepemilikan sarana (WC, red ), belum semua memiliki sarana. Padahal mereka punya tingkat ekonomi yang mencukupi, contohnya mereka memiliki rumah yang permanen tetapi tidak memiliki jamban. Ini bisa terjadi karena skala prioritas dalam rumah tangga itu sendiri. Mereka lebih memilih rumah dari pada jamban,” tuturnya.
“Padahal kita sudah kampanyekan, sosialisasi kemudian melakukan kegiatan monitoring. Upaya-upaya yang kami lakukan adalah untuk menyadarkan masyarakat bahwa pentingnya WC untuk kesehatan keluarga. WC menjadi nomor satu, rumah menjadi prioritas berikutnya,” tuturnya lagi.
Plan pertama kali melakukan kegiatan Memorandum of Understanding (MoU) bersama Pemkab Manggarai pada tahun 2018.
“Tahun 2018, didata Website baru 62 desa/kelurahan yang sudah stop buang air besar sembarangan. Pada tahun 2019, dari angka 62 naik ke 96. Sedangkan di tahun 2020 sudah 162 desa/kelurahan,” pungkasnya.
Baca Juga : Pengrajin Nyiru Ditemukan Tak Bernyawa, Ini Kronologisnya
Tahun 2018 hingga 2020, beber Juliani, YPII fokus pada pilar satu tentang BABS.
“Untuk kepemilikkan WC, persentasenya masih sangat rendah. Sedangkan pilar kedua hingga pilar kelima, teman-teman sanitarian serta teman-teman kepala Puskesmas sudah melakukan kegiatan ini, bahkan ada beberapa desa yang sudah siap meng-STBMkan desanya. Tetapi di tahun 2020 ini, masih fokus pada pilar satu tetapi tidak meninggalkan pilar-pilar lainnya,” pungkasnya.
“Di tahun 2021 sampai 2022, kita akan melakukannya secara bersama untuk pilar kedua sampai pilar kelima,” tutupnya.
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.