close menu

Masuk


Tutup x

Karakteristik Kepala Daerah dalam “Impian Wongso Mul”

Antara
Bernardus Tube Beding (Foto: Dok. Pribadi)

Penulis: | Editor:

“Impian Wongso Mul” merupakan salah satu cerpen Y.B. Mangunwijaya yang diterbitkan oleh Surat Kabar Harian Kompas pada Minggu, 30 Agustus 1998. Cerpen tersebut merupakan salah satu reaksi Mangunwijaya terhadap peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi di negara yang konon adil, makmur, sejahtera, dan merata ini. Cerpen ini mengisahkan Bapak Wongsomulio yang menjadi Kepala Kanwil GADISBINAL (Lembaga Distribusi Sembilan (bahan pokok) Nasional) dengan impiannya versus Inyong As, seorang arsitek muda lulusan UGM, yang dikehendaki menjadi menantunya.

Alkisah, Wongsomulio alias Wongso Mul atau Si Mul (seorang sisa zaman orde KKN) mengundang Inyong As untuk makan malam bersama di rumahnya. Dengan alasan krismon dan sang lidah yang tidak bisa diajak kompromi lagi, Inyong As terpaksa memenuhi undangan itu. Sebenarnya, undangan tersebut tidak sekadar untuk makan malam, tetapi ada suatu maksud yang lebih penting di baliknya.

Saat makan, Wongso Mul mengemukakan keinginannya untuk membongkar rumahnya yang klasik dan dianggapnya sudah ketinggalan zaman, lalu menggantinya dengan gedung baru yang sesuai dengan selera post-modernisme (pos-mo). Mendirikan dan mereparasi sebuah bangunan adalah bidang pekerjaan Inyong As, meskipun dia masih muda dalam bidang kearsitekturan. Ia diminta Wongso Mul sebagai arsiteknya. Permintaan Wongso Mul adalah peluang perealisasian bakat dan kemampuan Inyong As. Karena itu, dia cepat-cepat menyetujui permintaan Wongso Mul. Tanpa basa-basi sang arsitek yang memang sedang krisis order itu segera menyanggupinya.

Edwin Saleh

Namun, malang bagi sang arsitek. Satu syarat yang sangat mustahil dipenuhi, yakni bangunan yang direncanakan berlantai tiga itu harus didirikan di atas fondasi rumah yang sudah ada, tidak boleh ditambah ataupun dikurangi. Sang arsitek yang sudah terlanjur menyanggupi order itu pun pusing tujuh keliling, memikirkan ketololan Wongso Mul dan kredibilitasnya sebagai arsitek lulusan UGM. Bagaimana mungkin membangun gedung pos-mo dengan fondasi pre-mo. Maksud hati ingin berontak, apa daya sang suara tak kunjung keluar, hanya mendekam lunglai dalam hati. Inyong As terlempar pada posisi dilematis. Jika pereparasian dilaksanakan dan syarat itu terpenuhi, orang bisa mempertanyakan kredibilitas professional Inyong As ketika mereka melihat rencana dan hasil kerjanya.

Kisah yang tampaknya sangat sederhana itu menjadi tidak sederhana lagi karena dikemas dalam bahasa yang cukup kompleks dengan gaya khas Mangunwijaya: kalimatnya panjang-panjang, sarat dengan ide, serta menggunakan istilah-istilah lokal maupun asing. Lebih dari itu, “Impian Wongso Mul” menggambarkan kritik sosial Mangunwijaya secara horizontal, karena menjembatani tegangan antara dua kekuatan, yaitu kekuatan orde lama yang berwajah modern dan kekuatan orde baru yang berwajah lama. Kritik sosial dalam konteks ini bukan sekadar menjembatani dua kekuatan ini, tetapi lebih pada bagaimana mengungkapkan kelemahan-kelemahan norma, nilai, dan kebebasan yang dianuti kedua kekuatan tersebut.

Iklan

Tokoh Bapak Wongsomulio mewakili sosok tokoh yang fundamen tubuhnya dibangun di atas konstruksi orde kebobrokan, orde KKN, orde kooptasi, orde yang tak menghendaki reformasi dan transformasi. Ia kelihatannya amat dilekati orde-orde ini. Hal ini dapat dibuktikan dalam sebuah kalimat terpanjang yang ada dalam cerpen tersebut. Bukan, bukan pertama dan terutama karena belio tokoh korupsi kolusi dan nepotisme yang sudah membudaya di seluruh lapisan masyarakat, termasuk diri inyong juga, atau karena jas safarinya sekitar satu juta lebih harganya, kacamata bingkai emasnya membuat mukanya lebih angkuh lagi, apalagi karena rambutnya seharusnya tidak hitam legam tetapi teknologis diapgred tidak alamiah itu; komplet, kumis seperti mandor kolonial yang pernah nyong lihat dalam foto album “Koloniale Politiek in Nederlandsch Oost-indie”.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Wongso Mul adalah seorang tokoh korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sudah membudaya di seluruh lapisan masyarakat, termasuk dalam diri sang arsitek. Beliau adalah tokoh yang sangat kaya, terbukti dengan harga jas safarinya yang satu juta dan bingkai kacamatanya dari emas. Beliau merupakan seorang yang angkuh.

Selain itu, cerpen tersebut mengandung beberapa gagasan sebagai dasar kritik sosial Mangunwijaya. Pertama, krismon sangat berpengaruh bagi kehidupan ekonomi warga klas menengah ke bawah tetapi tidak demikian halnya bagi warga klas atas yang punya jabatan tinggi. Kedua, korupsi, kolusi, dan nepotisme sudah demikian membudaya di seluruh lapisan masyarakat. Ketiga, penampilan seseorang sangat mempengaruhi penilaian orang lain terhadapnya, sehingga sebisa mungkin seseorang harus mengikuti selera masyarakat yang sedang berlaku. Keempat, kedudukan seseorang dalam masyarakat pun mempengaruhi penampilan seseorang. Kelima, bagaimana pun pria harus lebih tinggi daripada wanita dalam segala hal. Keenam, arsitek lulusan UGM pasti dianggap hebat.

Follow Berita FajarNTT.com di Google News

Dapatkan update breaking news dan berita pilihan kami dengan mengikuti FajarNTT.com WhatsApp Channel di ponsel kamu

CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Konten

Komentar

You must be logged in to post a comment.

Terkini Lain

Konten