Penulis: Vincent Ngara | Editor:
Budaya sebagai suatu gaya hidup yang berkembang dalam masyarakat dan pewarisan dari generasi ke generasi berikutnya, pasti akan tertanam, bertumbuh dan pada saatnya akan terkubur sehingga warisan dan budaya yang layaknya dipupuk hendaklah dilestarikan. Budaya keterbukaan adalah suatu budaya baru yang kian rampan bersama dengan pesatnya teknologi yang tak terbendung ritme dan kecepatannya. Manusia masa kini bukan hanya terbuka dengan teknologi tetapi juga dengan manusia lainnya (homo socius). Sebagaimana dalam konsep dan teorinya budaya tidak terpisahkan dari spiritualitas karena keduanya melekat beriringan menuju suatu yang bersifat sustainabel dan kontinu bersama dengan peradaban.
Dengan ragamnya latar belakang budaya, bahasa, etnik, suku dan bahkan kebutuhan peserta didik, maka sebagai wujud kepedulainnya terhadap pendidikan, Ayo Indonesia sebuah yayasan NGO (Non Government Organization) berinisiatif mengadakan pelatihan tentang pendidikan inklusi di lembaga pendidikan SMAS St. Fransiskus yang merupakan salah satu lembaga tersubur di Kabupaten Manggarai dan Provinsi NTT. Kegiatan yang istimewa ini tentunya menuai respon yang sangat positif dari lembaga.
Baca Juga: Mahasiswa Unika Ruteng Gelar Magang Tiga Bulan di Media Fajar NTT
Lembaga pendidikan adalah salah satu semaian tersubur dan memiliki sayap lebar untuk pewartaan keadilan dan sikap inklusif berbasis pendidikan. Sebagaimana dalam spiritualitasnya dan tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi dan mencerdaskan manusia sehingga menjadi lebih bermartabat. Tujuan pendidikan ini termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003: “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Lembaga Pendidikan: Taman Inklusi
Salah satu muara pendidikan adalah sifat kualitatifnya bukan kuantitatif sehingga spiritualitas pendidikan akan mengedepankan olah hati, rasa, dan karsa. Dalam hal ini, lembaga pendidikan juga bisa menjadi subject inklusif yang mumpuni dan akuntabel.
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.