Penulis: Vincent Ngara | Editor:
Manggarai, FajarNTT.com – “Apa yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K Provinsi NTT, red) mengenai kunjungan ke sekolah dua kali, sama sekali itu tidak benar. Memang benar pak Kadis pernah mengunjungi SMKN 1 Wae Ri,i tetapi cuman satu kali saja, waktu dia masih menjabat sebagai Kepala Dinas P dan K Provinsi (sebelum menjabat sebagai Pjs. di Kabupaten Ngada, red),” tegas Yustin D. Romas saat diwawancarai wartawan media ini di kediamannya di Kelurahan Karot, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT, Jumat (12/03/2021).
Baca Juga : Polemik Kepsek SMKN 1 Wae Ri’i, Diduga Dinas P dan K NTT Tidak Bekerja Profesional
Secara tegas, Yustin membantah pernyataan Kadis P dan K Provinsi NTT, Drs. Linus Lusi, M.Pd yang menyebut bahwa dirinya dua kali mengunjungi SMKN 1 Wae Ri’i untuk menyelesaikan persoalan 15 guru komite.
“Pada waktu itu, kedatangan pak Kadis ke sekolah bukan untuk menyelesaikan persoalan yang ada, tetapi kenyataannya dia mengintimidasi semua guru-guru di sekolah,” ungkapnya.
Yustin menjelaskan bahwa Kadis Linus Lusi dalam rapat dengan semua guru waktu itu, meminta kepada semua guru-guru dengan saya untuk berdiri, dan saling berdamai dengan berjabatan tangan satu dengan lain, tetapi pimpinan pendemo, Frans Jehoda menolak keras permintaan Kadis untuk berdiri.
“Kita harus diskusi dulu Pa Kadis supaya persoalan clear, supaya kedamaian itu tercipta bukan karena paksaan,” kata Yustin mengutip pernyataan Frans Jehoda
“Ketika Kadis meminta untuk berdiri berjabatan tangan dengan saya, Frans Jehoda tetap katakan saya belum siap. Semakin panas dan tinggi suara Pa Kadis, Frans Jehoda tetap mengatakan belum siap,” lanjut Yustin.
Atas dasar itu, Kadis Linus Lusi menegaskan bahwa dirinya adalah seorang Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT.
“Saya Kepala Dinas. Saya suruh kau maju, ini teguran lisan. Saya katakan tidak ada diskusi, karena persoalan anda, saya sudah baca,” kata Yustin mengutip pernyataan Kadis P dan K Provinsi NTT.
Pada saat itu, tutur Yustin, pak Kadis sempat menegaskan tidak boleh melakukan aksi dalam bentuk apapun itu, apalagi seorang aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh dan taati kode etik sebagai ASN.
Lebih lanjut, mantan Kepsek SMKN 1 Wae Ri’i itu menuturkan bahwa Frans Jehoda merupakan koordinator aksi dari guru-guru komite pada tanggal 13 Juli 2020, yang menolak keras permintaan Kepala Dinas untuk mendamaikan kasus ini, bahkan Kepala Dinas keluar dari meja dan kursi tempat duduk, hampir memukul guru ASN itu.
“Tapi, yang anehnya kenapa pernyataan pak Kadis P dan K tiba-tiba berubah total sekarang, yang awalnya dia menegur keras terhadap ke-15 guru komite dan ASN yang mengikuti demo pada waktu itu. Tetapi sekarang, dia mengorbankan saya demi ke-15 guru itu, dan tidak ada tindakan apa- apa terhadap guru-guru ASN yang notabenenya pemimpin aksi demo,” tutupnya.
Laporan : Jimin Efranto
Editor : Vincent Ngara
CATATAN REDAKSI: apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada redaksi kami EMAIL.
Sebagaimana diatur dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.